Jumat, 10 Juli 2009

MENABUNG UNTUK HARI ESOK

Oleh:Sujono sa’id

Setiap manusia tentu mempunyai cita-cita, sehingga untuk mewujudkan sebuah cita-cita tentu salah satu dari sekian caranya adalah menabung, semisal ketika seorang ingin beli mobil, maka harus menabung untuk beli mobil, seseorang yang ingin punya modal untuk usaha maka ia harus menabung sejak dini sehingga tidak kelabakan lagi.

Saya ingin menceritakan sebuah kisah nyata di suatu kampung di kabupaten selayar, hiduplah seorang pelajar orang tuanya adalah seorang guru. Setiap ia memperoleh uang jajan untuk di sekolah, ia tidak lupa untuk menyisihkan uangnya barang sedikit, ternyata setelah SMU kebiasaan menabungnya masih menjadi sebuah budaya yang telah meng internalizet falue dalam diri sang pelajar tersebut.

Sehingga, tibalah pada suatu hari ia ingin membeli motor, ayahnya kaget bukan main karena ia merasa tidak mampu untuk membeli motor buat anaknya sang anakpun mengatakan izinkan saya untuk membuka tabungan saya ternyata setelah sang anak dan ayahnya membuka tabungan tersebut, dihitunglah uang tersebut, dan sang ayahpun sangat terharu karena ia tidak mengira kalau tabungan anaknya sudah habis sejak lama.

Tapi yang saya akan bicarakan disini adalah menabung untuk hari esok bukan dalam bentuk materi yang jika di spesifikasi adalah uang, tetapi menabung untuk hari esok yang akan saya bicarakan adalah menabung dalam bentuk lain seperti memperbanyak teman dengan komunikasi yang baik, dan membina pertemanan sehingga ketika kita dalam keadaan susah, maka kita akan terbantu oleh mereka.

Sebagai contoh kita hidup bertetangga, tentu kita harus menjalin hubungan silaturrahim dengan tetangga, sehingga ketika kita sakit maka kita tidak lagi merasa kesusahan untuk meminta tolong bahkan kitala yang akan memperoleh tawaran dari mereka. Contoh lain yang saya ungkapkan adalah pengalaman saya di lingkungan saya.

Saya(penulis) adalah seorang tunannetra, saya tinggal di Yayasan pembinaan tunanetra Indonesia saya memiliki teman sekolah dimana saya sama-sama menempu pendidikan di sebuahSMU swasta sebagai tunanetra yang ber integrasi dengan siswa yang normal, kami sebagai tunanetra untuk meng akses pelajaran, dan mengerjakan tugas harus didampingi oleh relawan yang di tunjuk oleh persatuan tunanetra Indonesia sulawesi selatan. Selama saya kelas 3 SMU, saya sudah menggunakan program higher education untuk membantu saya untuk mempelajari reverensi.

Sedangkan untuk mengerjakan tugas, saya tetap membutuhkan bantuan dari relawan yang telah saya sebutkan di atas, terkadang kalau saya bertemu dengan mereka saya sering di Tanya “ ada tugas?” mendengar hal tersebut, sang teman saya ini merasa diperlakukan tidak adil lebih keji menurut saya adalah dia mengira saya melakukan pendekatan dengan pendekatan material bukan pendekatan emosional.

Suatu hari, ia memperoleh tugas dari guru di sekolah yang harus dikerjakan yang kalau tidak akan membuat teman saya ini terancam, baru saja ia meminta tolong kepada relawan ada beberapa relawan yang dengan berat hati harus menolak permintaan tersebut karena harus membantu menjalankan tugas-tugas organisasi di secretariat pertuni.

Dan akhirnya, teman saya ini sangat marah, saking marahnya dia langsung melakukan tindakan yang salah karena paradikma yang di anut oleh teman saya bahwa relawan di tugasi oleh organisasi maka tanpa harus menolak juga harus membantu kita karena kita juga adalah pengurus organisasi yang harus di Bantu, sementara sebahagian warga pertuni dan termasuk saya juga merasa sebagai orang yang butuh harus mengerti mereka, bukan malah ber negative thinking terhadap mereka. Karena paradikma yang di anut oleh teman saya ini, maka ia melakukan tindakan yang tidak ber etika karena meminta agar tidak usah ada kegiatan di pertuni, bahkan teman saya ini meminta agar ketua pertuni meng sterilkan areal pertuni dari kalangan relawan.

Tindakan tersebut di respon oleh Kepala panti guna Yapti dengan memanggil mereka untuk melakukan pembicaraan dengan para relawan pertuni, setelah itu barulah beliau memanggil teman saya dan termasuk di dalamnya adalah saya sendiri, ketika saya sebenarnya hanya bermaksud baik, ia merasa bahwa saya lebih berpihak kepada relawan yang dimatanya telah mempunyai reputasi yang luarbiasa jeleknya.

Karena merasa ultimatumnya tidak di indahkan, maka teman saya ini melakukan tindakan yang lebih parah lagi, untunglah tindakan ini tidak merugikan siapa-siapa, dengan tindakan yang di awali dengan worning ini tidak di setujui oleh beberapa pengurus organisasi di pertuni. Akhirnya, saya dan beberapa pegurus pertuni mengadakan meting untuk membahas persoalan dan strategi pemecahannya. Ditambahkan lagi bahwa masalah personal harus diselesaikan secara personal bukan diselesaikan dengan cara organisasi. Strategi yang di capai adalah memberikan pencerahan.

Dari tindakan yang dilakukan berdasarkan hasil rapat dengan beberapa pengurus, maka ia akhirnya sadar bahwa tindakan yang dilakukannya adalah tindakan yang sangat salah, bahkan dengan tindakan tersebut, ia sudah tidak pernah lagi meminta relawan untuk mengerjakan tugas-tugasnya, reverensinya juga ia usahakan untuk pelajari sendiri dengan menggunakan jaws, dan ia merasa menyesal karena sudah terlambat.

Tetapi setelah belajar dengan menggunakan jaws untuk meng akses reverensinya, maka ia merasa sangat terbantu, saya dalam hati hanya berkata “ makanya ikuti kata saya”. Memang, kita harus akui bahwa saya dan beberapa teman-teman selalu memberikan solusi kepada teman saya ini, tetapi malah mengatakan tidak cocok dengan kondisi saya, karena dengan alas an saya tidak memiliki kemampuan untuk itu.

Kita melangkah ke kasus lain, ketika tiba masanya pemilihan umum, sangat banyak orang yang berlomba-lomba untuk mendaftar menjadi anggota dewan, tentu mereka butuh massa, dan harus bekerja keras dengan waktu yang sangat terbatas, sebenarnya nanti mereka butuh baru mengsosialisasikan diri sedangkan jika bukan momen seperti ini mereka tidak turun ke masyarakat untuk menciptakan nama.

Sehingga untuk menciptakan nama sebenarnya kita harus melakukan infestasi seperti berkiprah di organisasi dengan kinerja yang wah, sehingga ketika kita ditunjuk menjadi orang yang akan mewakili mereka, maka kita tidak kesusahan lagi untuk bergerak mencari massa karena kita sudah di kenal lewat organisasi kita.

Bahkan kita tidak usah ber ambisi lagi untuk mencalonkan diri menjadi caleg tetapi kitalah yang dicalonkan oleh partai karena kita sudah dikenal oleh organisasi, contohnya semisal saya punya keluarga seorang calek, ia tidak pernah aktif ber organisasi, bahkan ia mengatakan bahwa organisasi hanya untuk buang-buang uang saja, tetapi setelah ia menjadi calek, tidak ada massa yang mau memberikansuaranya.

Penyebabnya adalah karena ia belum pernah ditemukan berkarya, bahkan setelah menyampaikan fisi dan missinyapun masih menimbulkan tanda Tanya sehingga peluangnya untuk menjadi anggota dewan sangat kecil, karena tidak ber investasi tetapi saya akan memberikan contoh lain semisal saya punya pacar seorang aktivis organisasi sehingga tibalah saatnya pemilihan umum ia dicalonkan menjadi caleg.

Karena ia adalah sosok yang paling terkenal, dan sahamnya sudah ditanam di berbagai organisasi, ia memperoleh suara yang banyak, sehingga ia terpilih menjadi anggota dewan dengan memperoleh suara terbanyak karena banyak yang mengenal kiprahnya di organisasi tempat ia bekerja dengan ikhlas tanpa tendensi lain.

Dari ilustrasi yang telah saya deskripsikan diatas, maka dapat kita petik sebuah pelajaran yang sangat berharga bahwa kita tidak boleh nanti membutuhkan baru mencari tetapi tidak menyimpan saham yang ketika kita membutuhkannya kita akan lebih gampang untuk mengambilnya sebagai kebutuhan kita suatu waktu.

Sedangkan ilustrasi tentang caleg apa yang kita dapat jadikan sebagai pelajaran? Tentu kita dapat simpulkan bahwa membuat diri kita terkenal butuh waktu bukan satu bulan, tetapi butu waktu bertahun-tahun. Tetapi saya kira bagi kita organisatoris yang bercita-cita menjadi anggota dewan, maka infestasikanlah saham dalam waktu 5 tahun kalau kita mempunyai kiprah yang baik, maka dalam waktu 5 tahun modal akan cukup.

Kemudian ilustrasi tentang teman saya diatas, kita dapat simpulkan bahwa tidak bolehla kita bertindak secara emosional, dan haruslah kita bersedia untuk menerima apapun konsekwensinya sebab saya sendiri kadang-kadang menerima tolakan-tolakan karena betul-betul memang harus di tolak, meskipun saya juga merasa butuh.

Tapi harus ada rasa saling memahami dan tidak ber negative thinking dan haruslah kita untuk sering ber interaksi sehingga ketika kita memperlihatkan sesuatu yang lain dari diri kita maka kita akan dipahami oleh orang bukan ditakuti oleh orang, dan juga kita harus mengelola emosi dengan cerdas serta lagi-lagi harus ber investasi.

Dari kesimpulan yang saya jelaskan tentang membuat nama besar, maka saya akan memberikan contoh dari kalangan internal tunanetra saja dulu saya akan jadikan kanda Syaharuddin daming beliau dapat duduk di kursi komnas, hanya karena kiprahnya di organisasi, contoh lain seperti Ilham arif sirajuddin wali kota makassar, dapat menjadi walikota hanya karena ia berawal dari kiprah di organisasi, dan kiprahnya dikenal partai.

Salah satu output dari silaturrahim antar sesama manusia, adalah investasi bagi kita untuk menunjang karier kita kea rah yang lebih baik karena hal ini sangatlah cocok dengan sebuah pepatah yang berbunyi banyak teman banyak rezeki, dan terakhir saya hanya ingin agar kita senantiasa menggali potensi yang telah Allah tanamkan dalam diri kita sebagai seorang hamba karena setiap manusia telah diciptakan lengkap dengan potensinya tinggal bagaimana mereka mengolahnya sehingga laku di pasaran.

Tidak ada komentar: