Jumat, 10 Juli 2009

HIDUP IBARAT TANJAKAN

Oleh:Sujono sa’id

Setiap manusia yang terlahir di dunia ini, ingin menjadi orang yang sukses, bahagia, dan memiliki masa depan yang cerah. Dan untuk memperoleh semua itu, mereka-mereka melakukan berbagai upaya dengan menggunakan daya yang ada dalam diri mereka untuk memcapai apa yang telah menjadi hajat, keinginan, cita-cita yang berawal dari sebuah impian yang terbayangkan saat-saat mereka tidur di waktu malam.

Pagi harinya, mereka mewujudkan impian mereka dengan melakukan sebuah aksi yang sebelum dilakukan adalah melakukan axion plane, komitmen, dan keyakinan, serta tekat yang bulat dan kemudian di eksekusilah impian tersebut dengan sebuah aksi. Dari aksi itulah, dapat dilihat apakah mereka mencapai keinginan mereka atau tidak.

Banyak orang yang kehidupannya ibarat tanjakan karena apa? Karena mereka ketika memperoleh kesuksesan di masalalu tidak terlena dengan pujian-pujian yang datang kepada mereka, bahkan kesuksesan mereka digunakannya sebagai ajang untuk melakukan improvisasi untuk menambah atau paling tidak yang adalah dipertahankan.

Begitu juga sebaliknya, ketika kesuksesan yang kita peroleh tidak di improve, maka hidup kita ibarat manusia yang sedang berjalan dan di rem secara tiba-tiba, karena mereka larut dalam pujian, dan sanjungan dari kolega-koleganya, keluarga mereka, dan lain-lain sebagainya dalam kehidupan mereka. Saya rasa tidaklah cukup jika penjelasan saya ini tidak didukung oleh sebuah ilustrasi yang dapat dijadikan sebagai bukti.

Saya mau cerita tentang pengalaman saya sendiri waktu saya ikut les bahasa inggris di sekolah, saat saya mengikuti les bahasa inggris hari itu materinya adalah ujian dalam bentuk latihan listening lewat kaset. Soal nomor satu di dengarkan lewat radio, sayapun menjawab sesuai dengan pilihan jawaban yang saya anggap benar dengan alas an yang saya kemukakan dan ternyata alas an yang saya kemukakan di terima.

Akibatnya, saya memperoleh pujian dari guru Bahasa inggris saya, ketika sudah masuk soal nomor dua, saya kembali menjawab, soal tersebut dan mengemukakan kembali alas an saya dan ternyata saya salah dalam meng artikan soal tersebut. Disitulah saya sadar bahwa ketika kita memperoleh kesuksesan di masa lalu maka terkadang ketika kita memperoleh pujian maka kita langsung mati rasa. Saya sadar bahwa saya tergolong dalam tipe seperti ini ketika saya mendengarkan acara smart a wayrness pada hari kamis 4 juni 2009 saat saya menuliskan tulisan yang sedang saya buat ini.

Dari penjelasan pak Nakoy ( Nanang Kosim Yusuf) , saya berkesimpulan bahwa hidup kita ibarat orang mendaki sesuai dengan tema yang di bahas satujam sebelum saya membuat tulisan ini dalam smart a wayrness. Saya membuat tulisan ini dan kemudian saya beri judul hidup ibarat tanjakan adalah sebuah kesimpulan saya ketika saya mendengarkan penjelasan serta contoh yang diberikan oleh pak Nakoy.

Selain itu, saya juga ingin memberikan gambaran tentang keberadaan masyarakat Indonesia yang sekarang ini terlalu larut dalam kesenangan pasca kemerdekaan karena ketika kemerdekaan diberikan, mereka terlena dengan apa yang mereka telah peroleh padahal seharusnya generasi muda di masa sekarang ini, tidak terlena dengan zona modern sekarang ini. Begitu juga dengan peristiwa revormasi pada tahun 1998, dulu sebelum revor masi berlangsung kita tidak mendapatkan ruang untuk curhat, mengkritik, dan memberikan pendapat. Sekarang ini, ruang untuk berpendapat sudah sangat luas tetapi ternyata malah mengakibatkan kekacauan di Negara kita, walikota, gubernur, sampai presidenpun sudah tidak di hargai karena mereka larut dalam suasana revormasi.

Dari ilustrasi di atas, maka dapatlah kita katakan bahwa kita harus menyadari bahwa kesuksesan, dan kegagalan yang kita peroleh adalah sebuah ujian dari allah. Karena ketika kita memperoleh kesenangan, berarti kita di uji sejauh mana tingkat kesyukuran kita kepada Allah, maksudnya semisal ketika kita memperoleh kesenangan apakah kita akan larut dalam kesenangan tersebut?, larut terhadap pujian yang kita dapatkan?, dan lain-lain sebagainya?. Olehnya itu, maka jadikanlah apa yang kita peroleh sebagai sebuah motivasi untuk melaju ke tingkatan yang lebih tinggi.

Contoh lain seorang pembicara public, ketika ia terlena dengan tepuk tangan audience, maka ia akan merasa bahwa dialah yang paling wah, karena ia merasa cukup dengan apa yang telah ia miliki padahal ada hal-hal tertentu yang harus kita merasa cukup dan ada hal-hal tertentu yang dimana kita tidak boleh merasa cepat puas. Bukankah rasulullah, telah mencontohkan kepada kita dengan sebuah perbuatan yang digambarkan sebagai berikut suatu malam Rasulullah bangun untuk melaksanakan shalat tahajud, setelah shalat tahajud ia ber dzikir dan senantiasa bertasbih padahal ia sudah di jamin untuk menempati syurga dari Allah, kemudian ditanyalah ia dengan pertanyaan berikut.

Ya rasulullah! Apakah kamu belum merasa cukup dengan apa yang telah allah berikan kepadamu yaitu jaminan bahwa kamu tidak punya dosa(maksum)?, rasulullah menjawab ya! Betul, saya adalah sosok yang maksum, tetapi saya lakukan ini sebagai bentuk syukur dan terima kasih saya kepada Allah dan saya tidak pernah merasa cukup dengan nikmat yang telah allah berikan kepada saya. Hal ini sangat sesuai dengan surah ibrahim ayat 7 yang berbunyi bahwa akan aku tambahkan nikmat atasmu ketika engkau bersyukur kepadaku, dan ketika hambaku tidak bersyukur atas nikmatku maka ia akan memperoleh azab yang amat pedih dan tidak ada tandingannya di dunia ini.

Dari contoh kongkrit yang telah diberikan oleh rasulullah, maka dapat disimpulkan bahwa ketika kita memperoleh kesuksesan dimasa lalu, maka janganlah kita terlena, tetapi haruslah kita jadikan sebagai motivasi untuk menambah dan memperbaharui kesuksesan yang telah kita peroleh sehingga hidup ini ibarat tanjakan bukan ibarat orang yang sedang berjalan dan terhenti karena kandas.

Hal yang telah saya ilustrasikan sejak awal sampai pertengahan, sangat cocok dengan apa yang telah dikatakan oleh Arfan pradiansyah ketika membawakan smart happiness beliau mengatakan you are wat you are repetedly think, yang kurang lebih artinya adalah anda adalah apa yang anda fikirkan berulang-ulang.

Dari apa yang telah saya ramu dalam tulisan ini, dengan mengutip banyak reverensi seperti smart happiness, 7 a wayrness, hadis nabi, dan lain-lain sebagainya, maka saya hanya berharap agar dapat menjadi bahan renungan bagi saya, karena saya yakin bahwa apa yang saya tulis ini adalah ilmu yang telah saya dapatkan dari berbagai sumber dan tidak mungkin kalau saya hanya simpan di kepala saya tidak bakalan muat tetapi kalau saya buat dalam sebuah artikel, maka pasti akan saya ingat terus.

Selain saya mengutip berbagai reverensi, saya juga membuat tulisan ini yang saya kembangkan dengan buah pikiran saya melalui membaca, dan mendengarkan reverensi yang telah saya temukan di radio, internet, televisi, dan berbagai pengalaman hidup yang telah saya peroleh sejak saya kecil sampai saya akan menyelesaikan studi di SMU, dan semoga hidup saya ibarat tanjakan bukan ibarat orang yang jalan di tempat atau di rem,.

Tidak ada komentar: