Oleh:Sujono sa’id
Semalam, tepatnya pada pukul 21 tepat, acara penutupanpun dimulai dengan serangkaian kegiatan seperti pemutaran film yang menceritakan tentang sosok penda’wa syekh salahuddin al-ayyubi yang melakukan da’wa dengan beragam tantangan.
Yang kemudian dilanjutkan dengan pemutaran film yang memuat gambaran seperti apa potret dan jati diri muhammadiah sebelum saya dan seluruh kader IPM generasi sekarang lahir di permukaan bumi ini, kemudian dilanjutkan dengan petua-petua oleh Kanda ali hannafia selaku master of training, dilanjutkan dengan penyerahan cendera mata kepada peserta terbaik dalam training, fasilitator yang berjasa dalam suksesi berlangsungnya training dengan modal awal 40.000 rupiah, penyerahan cendera mata kepada peserta yang memiliki kemampuan yang berbeda dengan peserta lain. Tapi yang saya tidak mengerti apakah yang di maksud itu karena peserta yang satu ini adalah tunanetra, atau karena memang berbeda intelegensinya dengan yang lainnya, tetapi kalau dua aspek ini yang jadi kategori cocoklah karena menurut saya kedua-duanya benarlah adanya dia memiliki intelegensi yang tinggi meskipun memiliki kemampuan yang berbeda dengan para peserta training yang ada di lokasi. dan di akhiri dengan pemutaran sebuah film yang menceritakan bagaimana kondisi malam pertama di alam kubur.
Saat film tentang kondisi malam pertama di alam kubur di putar, saya bersama-sama dengan seluruh panitia mengikuti meting dengan agenda evaluasi kinerja panitia yang telah melaksanakan kegiatan selama 4 hari, dan agenda-agenda lain yang tentu berkaitan dengan rangkaian akhir dari training tersebut seperti follow up, dan lain sebagainya. Setelah rapat selesai, saya kemudian menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan teman-teman panitia yang merupakan alumni pelatihan kader taruna melati satu sejak angkatan saya pada tahun 2005-2007 dua tahun kemarin.
Tujuan diputarnya film tentang salahuddin al-ayyubi, dan potret jatidiri muhammadiah masa lalu, dimaksudkan agar generasi muda IPM, tahu bahwa dalam ber IPM dibutuhkan kesungguhan dalam melaksanakan da’wa yang tentu saja didukung juga dengan kesabaran dalam menghadapi tantangan globalisasi yang kian berat sekarang ini.
Saat film tentang sosok Ahmad dahlan diputar, saya akhirnya tahu tentang seperti apa awal mula berdirinya muhammadiah, dan seperti apa pula konsep dan pemikiran dari Sosok kiai haji ahmad dahlan sesungguhnya, dan tentu patutlah kita mengambil pelajaran untuk di contoh meskipun tidak harus sama persis dengan ahmad dahlan.
Beliau sebelum mendirikan Muhammadiah, juga sempat menjadi anggota budi utomo yang bertugas mengajarkan islam terhadap anak-anak pada masa itu. Dan selain ia adalah pengajar dia juga adalah seorang pengrajin batik yang ulek sehingga ia juga mampu untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya dan selebihnya harta yang ia miliki digunakan untuk berda’wa di jalan Allah dengan menda’wakan islam lewat pergerakan social atau yang dalam bahasa inggris dikenal dengan social movement.
Akhirnya tulisan inipun diakhiri dengan sebuah harapan agar kader-kader masa kini menjadi kader yang betul-betul sesuai dengan maksud terbentuknya IPM yaitu terbentuknya masyarakat yang ber ilmu dan di ridhoi allah dengan 4 pilar pergerakan yaitu keilmuan, social, keislaman, dan kekaderan. Semoga pula pengkaderan yang dilakukan setiap tahun bukanlah ajang ceremony belaka tetapi kita dapat melihat output.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar