Oleh: Sujono sa’id
Setiap manusia yang lahir ke dunia ini memiliki cita-cita, seperti mau jadi guru, penulis, musisi, public speaker, dan lain sebagainya. Dan untuk mewujudkan semua itu saya kira sudah harus kita lakukan berbagai usaha sejak kita masih kecil. Saya mau cerita kapan saya mulai mempunyai keinginan bercita-cita menjadi trainer.
Cita-cita ini muncul ketika saya sering mendengarkan para trainer yang sering mengisi acara smart FM dengan berbagai program acara seperti Smart wishthem and motivation oleh pak Andrie wongso, Smart bisnis dengan pak james
Q, Smart emotion dengan pak Antonny dio martin, Smart happiness dengan mas arvan pradiansyah, dan mas prie GS serta mas Yakop esra dengan acara smart karakter, dan mas Nanang kosim Yusuf dalam acara smart a wayrness, eh! Hamper lupa ada juga mas Tommy sia wira dalam acara Smart nero languistik programing.
Kalau sayasih, maunya jadi trainer dalam hal apa saja kecuali smart karakter, Smart bisnis, dan smart NLP, karena saya tidak punya bakat di bidang psikologi. Tetapi kalau mau disuruh bawain acara Smart happiness, Smart emotion, dan Smart wishthem and motivation saya juga maukok apalagi smart a wayrness dan acara yang membuat kita jadi orang bijak seperti yang di bawain ama Mas prie GS tiap malam sabtu.
Sebenarnya, kalau saya melihat para trainer yang sering memberikan training di organisasi-organisasi yang pernah saya masuki seperti IRM, Pertuni, dan media training lainnya, sangat gampang, tetapi ketika saya membaca tulisan yang berjudul Sertivikasi Trayner langsung putus semangat saya untuk jadi trainer. Tapi semangat saya kembali membara ketika saya menanyakan hal-hal yang memenuhi syarat untuk jadi trainer.
Hal dan persyaratan untuk jadi trainer ini saya tanyakan kepada Kanda makmurkam ternyata sangat sederhana sekali cukup dengan cara memperkaya diri dengan wawasan, dan belajar di berbagai training center seperti HR excelensy, Institut for leadership and life management, dan rumah kesadaran.
Sebagai bentuk wujud keinginan saya untuk menjadi seorang trainer, saya menjadikan kesempatan saya untuk mengajar ikra kepada kaum tunanetra yang juga adalah senasib saya di Mushallah tarbiatul ittihadul ummah sebagai ajang untuk perwujudan impian saya karena saya tidak mau jadi seorang tukang mimpi saya mau jadi seorang pemimpi karena pemimpi adalah sosok manusia yang punya pandangan jauh.
Saya juga sempat menanyakan gimana kalau seorang tunanetra total menjadi Trayner? Sementara menurut yang saya lihat, seorang trainer harus selalu berdiri dari tempatnya untuk menemui audiensnya dan menjalin interaksi.
Beliau mengatakan saya kira sangatlah gampang ka nada informannya yang akan memberikan gambaran tentang kondisi audiens di lokasi training yang di adakan. Saya sempat tanyakan lagi gimana kalau seorang tunanetra total jadi seorang motivator? Sementara mereka terbatas dari segi boddy languages?, beliau mengatakan itu bukanlah masalah apalagi motivasinya hanya diberikan dalam bentuk seminar bukan training.
Dari hasil curhat saya yang berlangsung pada hari Jumat 12-6-2009, di Pertuni Sulsel, saya akhirnya memiliki semangat yang tinggi untuk menjadi seorang trainer dan beliau menyarankan kepada saya untuk memvisualisasikan apa yang telah menjadi keinginan saya setiap pagi dengan menanamkan dalam diri saya bahwa saya mau jadi trainer, saya mau jadi trainer, dan saya mau jadi trainer, jadi terekam di bawah sadar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar