Rabu, 10 September 2008

Hidup dalam bimbingan Allah Oleh: Sujono sa’id

Suatu hari, tepat pukul delapan pagi disebuah stasiun kereta api, terdengar suara jeritan seorang bayi, mendengar tangisan bayi tersebut, seorang laki-laki yang tinggal di sekitar stasiun kereta dan tidak memiliki tempat tinggal yang layak langsung mengarah kesumber dimana terdengar suara tangisan bayi tersebut, ternyata setelah ditemukan, ia adalah seorang bayi perempuan yang dibuang oleh ibunya sebab ia adalah anak dari hasil hubungan pranikah yang dilakukan oleh ibunya dengan pimpinan perusahaan yang merupakan tempat ibunya bekerja. Setelah lelaki yang tinggal di sekitar stasiun ini menemukan sang bayi, iapun langsung meminta warga untuk mengurus persoalan ini.
Ketika masyarakat sudah membicarakan tentang siapa yang akan mengadopsi bayi ini, tiba-tiba Bi Atun seorang penjual Nasi uduk datang dan menyatakan kesediaannya untuk mengadopsi bayi yang ditinggal oleh ibunya ini bersama dengan sebuah keranjang bayi dan beberapa perhiasannya. “Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, biarlah saya yang mengadopsi bayi ini, saya akan memelihara dia seperti anak sendiri, dan saya berjanji akan membesarkannya dan membentuknya menjadi anak yang soleha” ujar bi atun, mendengar penuturan bi atun, pak RT tiba-tiba bertanya” bagaimana ibu mau mengadopsi anak ini? Ibukan hanya seorang penjual nasi uduk” ujar pak RT.
Mendengar pertanyaan pak RT, bi Atun menjawab “iya pak! Bapak do’akan saya semoga Allah memberikan saya kesanggupan untuk memelihara anak ini, saya yakin Allah akan memberikan pertolongan kepada hambanya yang mau dengan tulus dan ikhlas melakukan kebaikan” ujar bi atun.
Setelah bayi perempuan tersebut tiba di rumah bi atun, diadakanlah acara aqiqah yaitu pemberian nama dan dirangkaikan dengan pemotongan rambut, nama yang diberikan oleh bi Atun kepada bayi perempuan yang di adopsinya adalah Sitti Nurhasanah yang berarti cahaya kehidupan. Selama Bi Atun merawat bayi perempuan tersebut, rezekinyapun melimpah, nasi Uduk yang ia jual malah tambah laris dan semakin banyak yang berkunjung ke warung beliau.
Setelah Sitti nurhasanah yang lebih akrab disapa Ana berusia enam tahun, iapun masuk kesebuah Madrasa Iftida’ia untuk menuntut ilmu, dengan usia ana yang ke enam ini, usia Bi atunpun juga sudah semakin tua. Selain mengikuti pendidikan formal di sebuah madrasa Iftida’ia, ia juga belajar baca tulis al-qur’an kepada seorang ustaz. Ana adalah anak yang menjadi contoh teladan baik bagi teman-teman di Madrasa maupun di lingkungan tempat tinggalnya.
Karena sikap ana yang begitu santun, dan ramah kepada setiap tetangga dan teman-teman serta guru-gurunya di Madrasa dan di TPA, ia sangat di senangi, suatu hari, ustaz yang merupakan guru Ana dalam hal pembelajaran baca tulis al-quran, berkunjung ke warung bi Atun, sesampainya disana ia langsung menemui bi Atun dan menceritakan tentang Ana kepada Bi Atun. “ Assalamu alaikum “ sapa sang ustaz “ wa’alaikumussalam” jawab Bi atun “ bagaimana kabar Bi?” Tanya sang ustaz, baik-baik saja Pak Ustas”, “ saya lihat, warung bibi semakin ramai saja inilah hasil perbuatan Bibi secara ikhlas”.
Mendengar penuturan sang Ustaz, Bi Atun berujar “ Pak Ustas ada-ada saja” “saya tidak mengada-ada Bi!, ini kenyataan yang saya lihat” sanggah sang ustaz. Sang ustaz langsung menceritakan apa-apa yang ia tahu tentang Ana selama belajar mengaji di tempat Beliau “Bi, ana adalah anak yang pintar, selama saya mengajar, ia sangat taat pada saya, sangat jarang anak-anak seperti anak Bibi, yang diberi kata-kata lembut dan langsung mau mendengar.
“Biasanya, anak-anak mau tunduk hanya pada saat diberi instruksi dengan cara kekerasan, bibi sangat beruntung” tutur sang Ustaz setelah itu, Bi Atun kembali bertanya “ Pak Ustas, apakah anak saya telah mampu membaca Al-quran dengan baik?” mendengar pertanyaan Bi Atun, sang Ustaz menjawab “ alhamdulillah, anak Bibi telah mampu membaca Al-quran, dan sepertinya anak Bibi juga termasuk anak yang patuh kepada orang tua” tambah sang Ustaz.
Malam hari, Bi Atun mencoba mengecek cara membaca Ana, dan ternyata Bi Atun sangat gembira dengan kemampuan ana dalam membaca Al-qquran setelah itu Bi Atun berkata kepada Ana “nak! Kamu harus tahu membaca dan mengamalkan Al-quran, sebab Al-quran adalah pedoman hidup kita nak”.
Setelah sebulan kemudian, warung Bi atun kembali di kunjungi oleh sang Ustaz yang merupakan Guru mengaji Ana ketika sang ustaz datang, Bi Atun menyambutnya dengan penuh kegembiraan “ bagaimana kabar Bi?” Tanya sang ustaz “baik-baik saja Pak Ustas” jawab Bi Atun Bi Atun pun menceritakan hasil pengujian terhadap Ana beberapa malam yang lalu “ Pak Ustas! Alhamdulillah, anak saya sudah mampu untuk membaca Al-quran, jadi ketika saya meninggal kelak saya akan tidur dengan tenang” kata Bi Atun sang ustaz menjawab” bibi ini ada-ada aja bibi jangan ngomong kaya gitu bibi masih kelihatan cantik kok” ujar sang ustaz, Bi Atun kembali menjawab “ saya tidak mengada-ada saya udah sakit-sakitan, hanya semangat mendidik ana yang membuat saya bertahan”.
Semakin hari usia Bi atun semakin tua, dan iapun sudah mulai sakit-sakitan, iapun sangat risau akan kehidupan ana yang ia risaukan adalah siapa yang akan merawat Ana ketika Bi Atun sudah meninggal kelak, namun beberapa hari kemudian, Bi Atun bertandang ke rumah Pak Ustaz Budiman yang merupakan kepala sekolah madrasa yang kebetulan merupakan tempat Ana menempu pendidikan dasar, Pak Budiman juga adalah pengasuh Majelis ta’lim yang merupakan tempat Bi Atun mengisi hari-harinya dengan menuntut ilmu.
Bi Atun tiba dirumah Pak Budiman pak budimanpun menyambut Bi Atun yang berjalan dalam keadaan tertatih-tatih, sebab fisiknya yang sudah cukup tua. Assalamualaikum pak ustaz sapa Bi Atun waalaikumussalam jawab Pak Budiman eh Bi Atun ada apa Bi? Yapak ada sesuatu yang membuat saya harus datang kemari jawab Bi Atun lho, kok mesti Bibi yang harus kesini Bibikan sudah tua harusnya Bibi istirahat aja di rumah dan minta tolong kepada siapa saja yang Bibi percaya ujar pak Budiman. Tapi pak, ini adalah sebuah masalah yang pengurusannya tidak boleh saya wakilkan kepada siapapun ujar Bi Atun.
Oh begituya Bi, sahut Pak Budiman emangnya masalah apa kalau saya boleh tahu? Ini adalah sebuah masalah yang di dalamnya ada rahasia begini pak, 5 atau 6 tahun silang, saya menemukan seorang anak perempuan yang ditinggal oleh Ibunya di Stasiun kereta, lantas pak budiman menanggapi kemudian saya yang mengadopsinya dan kini anak itu sudah berusia enam tahun, dan saya sudah hamper memenuhi panggilan ilahi untuk kembali ke haribaannya, sehingga saya menemui bapak untuk mengadopsi anak tersebut jawab Bi Atun. Setelah mendengar penuturan Bi atun pak Budiman langsung menyanggupi permintaan Bi Atun yang sudah tua rentah ini iyabi insya allah.
Setelah Pak Budiman memenuhi permintaan Bi Atun, ia langsung menerima perhiasan emas yang merupakan pemberian ibu dari anak tersebut ketika di tinggal di sekitar stasiun kereta api yang merupakan tempat saya menemukan anak tersebut, dan saya minta agar anak itu tidak tahu kalau dirinya adalah anak pungutan baiklah! Jawab pak budiman jadi ketika Bibi meninggal saya yang akan mengambil anak tersebut iyapak sahut Bi Atun.
Enam tahun pasca kunjungan Bi atun ke rumah Pak Budiman, adalah hari yang membahagiakan beliau sebab anak beliau Ana telah mengakhiri pendidikannya di Taman Pendidikan Al-quran, hari itu ana akan mengikuti ujian akhir, tetapi ia melihat Ibunya dalam keadaan sakit-sakitan tetapi ia tetap bekerja. Melihat kondisi Ibunya yang sudah dalam keadaan seperti ini, Ana sebenarnya tidak mau mengikuti ujian akhir, sebab ia mementingkan ibunya.
Namun, Ibunya tetap menginginkan ana untuk mengikuti ujian akhir, nak! Kamu harus mengikuti ujian akhir nak, sebab hari ini adalah hari yang bersejarah bagi kamu dan Ibunak. Ujar Bi Atun, tapi tapi apanak? Saya tidak tega melihat Ibu sakit-sakitan sendiri disini tapinak Allah akan menjaga Ibunak pergilah.
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada sang Ibu, Anapun pergi ke Taman pendidikan Al-quran untuk mengikuti ujian akhir, setelah mengikuti ujian akhir, ia langsung pulang kerumah untuk menemui Ibunya. Sesampainya dirumah, alhamdulillah Ibunya masih dalam keadaan sehat-sehat terlebih ketika mendengar ana telah dinyatakan lulus dan berhasil menyelesaikan studi tentang tata cara membaca dan menulis Al-quran dari TPA yang merupakan tempat ia belajar Bi Atun berseru Alhamdulillah, Ana telah berhasil hatam al-quran.
Tiga hari kemudian, Ana sedang bermain lompat Tali bersama dengan teman-temannya, tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres di rumahnya, sesampainya dirumah, ana sudah mendapati Ibunya dalam keadaan sekarat namun masih memiliki kemampuan untuk berbicara, dengan kemampuan berbicara yang ia miliki, sehingga ia berwasiat nak! Kamu jangan pernah berhenti membaca Al-quran, sebab al-quran adalah petunjuk bagimu.
Setelah menyampaikan wasiatnya, Bi Atun mengucapkan dua kalimat syahadat dan menghembuskan nafas terakhirnya disisi Ana. Setelah pemakaman Bi Atun, Ana akhirnya ikut kerumah Pak Budiman untuk tinggal bersama dengan beliau. Pak Budiman adalah seorang yang memiliki harta yang banyak namun isterinya telah meninggal dunia, dan ia memiliki dua orang anak.
Setelah Ana menammatkan pendidikannya pada Madrasa Iftida’ia, ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasa Tsanawiah yang juga merupakan tempat yang telah dirintis dan dipimpin oleh Pak Budiman. Selama Ana tinggal bersama Pak Budiman, Ana merasa bahwa Pak Budiman sudah seperti ayahnya sendiri.
Selama Ana berada dirumah Pak Budiman, ia dirawat dengan penuh kasih diberikan fasilitas yang mewah dan memperoleh perlakuan yang sama dengan anak-anak dari Pak Budiman. Sejak itu, kehidupan Ana semakin bahagia dan ia merasa hidup dalam bimbingan Allah melalui pak Budiman sebagai asbab. 12 Tahun kemudian, Ana sudah memasuki masa remaja, ia telah berhasil menammatkan pendidikannya di Madrasa Tsanawia dan melanjutkan pendidikannya di Madrasa Alia yang masih merupakan sekolah yang berada dibawah pimpinan Pak Ustaz Budiman. Ketika ia masih SMU di madrasa tersebut. Selama SMU, Ana diburu-buru oleh seorang laki-laki yang ternyata telah memiliki seorang pacar dikarenakan ia adalah wanita yang lebih cantik.
Pacar dari laki-laki tersebut adalah Sonia ketika Sonia mengetahui hal tersebut, ia langsung menemui Ana dan melakukan perbuatan yang ternyata menyakitkan hati Ana, tetapi karena sikap Ana yang tidak menyimpan rasa dendam terhadap Sonia, maka Sonia berbalik menjadi kagum terhadap ana.
Sonia menemui Ana dan meminta maaf kepada Ana dan ternyata Ana memaafkan sonia. Sejak itu, Sonia dan Ana menjadi sepasang sahabat yang begitu akrab. Setelah menammatkan pendidikannya di madrasa Alia yang merupakan rintisan pak Budiman ini, Ana mengikuti test untuk melanjutkan studi di Madina dan ternyata Ana dinyatakan lulus dalam test tersebut.
Sesampainya di Madina, ia langsung belajar di sebuah universitas untuk meraih gelar LC. Setelah 5 tahun kemudian, iapun berhasil menyelesaikan studinya dan akhirnya Ana kembali ke Indonesia untuk mengajar di sebuah madrasa yang merupakan tempat ia menempuh pendidikan sejak Iftida’ia, tsanawiah, sampai ke Madrasa Alia, dan akhirnya ia mengajar di tempat tersebut. Namun, meskipun ia mengajar ditempat tersebut, ia juga aktif mengisi pengajian di berbagai majelis ta’lim yang jamaa’ahnya kebanyakan ahwat.
Setelah dua tahun mengabdi disebuah pesantren yang merupakan rintisan Pak Budiman, ia ternyata dikagumi oleh seorang pemuda yang memiliki sebuah perusahaan yang telah memiliki banyak penghasilan. Selain perusahaan, pemuda ini juga memiliki harta yang mampu menghasilkan uang.
Ridwan adalah nama pemuda ini, Ridwanpun akhirnya berkunjung kerumah pak Budiman untuk mengajukan lamaran tetapi lamaran tersebut tidak langsung diterima oleh pak Budiman tetapi lamaran tersebut dimusyawarahkan kepada Ana “an! Apakah kamu sudah mau menikah?” Tanya Pak Budiman Ana menjawab “kalau bapak sudah mau menikahkan saya baiklah!” sahut Ana.
Mendengar jawaban Ana, Pak Budiman menyuruh Ana untuk menemui Ridwan ketika Ridwan berkunjung kerumah beliau. Akhirnya, setelah beberapa hari berselang, Ridwanpun datang kembali ke rumah pak Budiman untuk mencari kejelasan tentang lamarannya yang diajukan kepada beliau.
Ketika Ridwan sudah berada di depan pintu rumah pak Budiman, iapun dipersilahkan untuk masuk oleh Pak Budiman dan Anapun akhirnya menemui Ridwan. Ketika Ana menemui Ridwan, ia ternyata sangat kagum karena ketampanannya yang seolah-olah membawa cahaya yang terang benderang.
Setelah Ana menyempatkan diri untuk ngobrol barang sepuluh menit, Ana langsung minta pamit dan meminta Pak Budiman untuk menemui dirinya “ada apanak?” Ana menjawab “pak saya mau bicara” akhirnya pak Budiman menemui ana “gimanaAn?” Tanya pak budiman “pak! Ana sangat suka kepada Kak Ridwan, saya terima lamaran beliau” ana menjawab akhirnya keduanya dinikahkan dalam sebuah acara yang sederhana, dan merekapun bahagia.

Tidak ada komentar: