Rabu, 10 September 2008

BERJUANG SAMPAI MENUTUP MATA Oleh: Sujono Sa’id

Setiap manusia pasti akan mendapat cobaan dari Allah, baik itu dalam bentuk penyakit, kematian, dan adanya anggota tubuh yang cacat. Kecacatan itu apakah hilangnya salah satu anggota tubuh kita, tidak berfungsinya penglihatan kita, ketidak mampuan kita dalam mengucapkan sepata katapun, hilangnya pendengaran atau yang disebut dengan tuli.

Dengan adanya cobaan yang Allah timpahkan kepada kita selaku manusia apakah kita harus bersedih, harus berputus asa, ataukah kita harus merasa kehilangan segalanya? Satu kata yang menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah tidak.

Jika tidak lantas kita harus bagaimana? Kita harus tabah dan senantiasa berserah diri kepadanya tetapi bukan berarti kita harus tinggal berpangku tangan. Kita harus senantiasa melakukan berbagai usaha seperti menuntut ilmu meskipun kita harus bersekolah di sekolah khusus, sebab kita sebagai manusia yang meskipun mempunyai kecacatan dari segi fisik kita tetap bisa menuntut ilmu sama seperti mereka-mereka yang mempunyai tubuh yang sempurna.

Tetapi meskipun pada awalnya kita harus bersekolah di sekolah khusus, kita nantinya tetap bisa melanjutkan di sekolah yang reguler, sehingga dengan adanya ilmu pengetahuan yang kita dapatkan maka kita akan mampu untuk memperjuangkan harkat dan martabat kita apakah sebagai manusia dan juga sebagai orang yang ditakdirkan oleh yang kuasa untuk mengalami kecacatan.

Selain usaha yang telah penulis sebutkan di atas, kita harus memetik apa hikmah yang tersembunyi dibalik peristiwa tersebut. Contohnya seorang tunarungu bicara, tentu ada hal yang membuat ia telah selamat dari sebuah dosa yang dilakukan oleh lisan antara lain dia tidak bisa mengucapkan kata-kata kotor.

Tetapi ia belum tentu lolos dari dosa yang dilakukan oleh alat indera yang lain seperti mata, telinga, dan lain-lain. Begitupun dengan seorang tunanetra, ia sudah lepas dari dosa yang dilakukan oleh mata seperti melihat aurat seorang wanita yang bukan muhrim dalam keadaan terbuka, tetapi ia belum tentu lepas dari dosa yang dilakukan oleh lisan, telinga, hidung, dan alat peraba seperti kulit.

Contohnya mendengar suara wanita yang merdu dan berpeluang membangkitkan syahwat, berkata-kata kotor, dan selalu meraba hal-hal yang tidaklah sepantasnya diraba. Seorang yang tidak mempunyai satu kaki, satu tangan, atau memiliki kelainan pada salah satu anggota tubuh atau yang lebih dikenal dengan tunadaksa, telah terlepas dari dosa yang dilakukan oleh kaki, tetapi belum tentu terlepas dari dosa-dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh lainnya seperti lisan, mata, dan telinga.

Contohnya seorang yang ditakdirkan oleh Allah menjadi seorang tunadaksa seandainya diberi kaki maka akan mempergunakan kakinya untuk berjalan ke tempat-tempat yang tidak dibenarkan untuk didatangi oleh agama kita, tetapi belum tentu menjadi sebuah jaminan bahwa mata yang ia miliki, tidak akan ia pergunakan melihat aurat wanita yang bukan muhrim yang sedang dalam keadaan terbuka.

Berdasarkan ilustrasi yang penulis ungkapkan, dapatlah kita petik sebuah hikmah dari ujian demi ujian yang Allah turunkan bahwa sesungguhnya hilangnya salah satu dari sekian banyak anggota tubuh kita akan meminimalisir dosa-dosa yang kita lakukan kepada Allah dan dengan adanya cobaan ini, sebenarnya Allah masih sangat menyayangi kita sebagai hambanya .

Menyikapi cobaan-cobaan yang telah Allah berikan , maka kita harus melakukan hal-hal yang telah penulis sebutkan di atas seperti menuntut ilmu, mengambil hikmah dari kecacatan yang kita miliki, dan melakukan perjuangan.

Ada beberapa hal yang harus kita perjuangkan sebagai penyandang cacat antaralain memperjuangkan persamaan hak di mata hukum, masyarakat, dan keluarga. Selain persamaan hak, kita harus memperjuangkan diri kita agar dalam melakukan aktifitas kita diberi ruang gerak yang lebih luas, bukan ruang gerak yang terbatas.

Berangkat dari itu, maka untuk memperluas ruang gerak kita dalam melaksanakan aktifitas sebagai penyandang cacat, maka kita harus memperjuangkan penyediaan aksesibilitas bagi kita demi kelancaran aktifitas sehari-hari yang akan kita lakukan yang ber tujuan agar ruang gerak kita tidak terbatas hanya karena tidak adanya hal-hal yang sifatnya akses bagi kita.

Selain masalah ruang gerak, kita harus memperjuangkan hak kita di mata hukum contohnya jika kita sebagai seorang penyandang cacat mendapat perlakuan yang sifatnya adalah pelecehan, maka kita harus mengadukan hal tersebut kepada pihak yang ber kewenangan untuk menyelesaikannya apalagi tindakan tersebut sangat wajar untuk kita lakukan dan sudah barang tentu memenuhi prosedur yang berlaku serta pantas untuk di proses apa lagi kita memiliki dasar yang kuat untuk mengajukan pengaduan kita.

Semisal seorang penyandang cacat yang masih berstatus pelajar, lantas ingin ber integrasi dengan kalangan normal, tetapi dia dicegah maka kita harus mengadu kepada institusi yang berwenang yaitu dinas pendidikan, sebab dasar yang menguatkan adalah salah satu bunyi pasal yang telah tercantum dalam batang tubuh UUD1945 yang ber bunyi setiap warga negara mendapatkan pendidikan yang layak

Bentuk perjuangan untuk memperoleh persamaan hak di mata masyarakat adalah merubah statemen-statemen yang menganggap penyandang cacat adalah sampah bagi masyarakat, statemen ini muncul terkadang dikarenakan oleh ketidak tahuan masyarakat tentang penyandang cacat.

Jadi dengan adanya statemen yang seperti itu, maka masyarakat tidak mau hidup membaur dengan kita, sehingga kita harus memberikan pencerahan baik dalam bentuk penjelasan maupun dalam bentuk penerapan hal-hal yang kita bisa lakukan sebab dengan dilakukannya pencerahan, maka akan terbentuk paradikma berfikir yang baru dan dengan izin Allah maka paradikma yang lama akan segera musnah.

Contohnya kita adalah seorang tunanetra, masyarakat banyak berfikir bahwa tunanetra hanya bisa menekuni tarik suara seperti menyanyi dan melantunkan ayat-ayat suci Al-quran dengan alunan yang merdu dengan berbagai fariasi lagu seperti Nahwan, Ras, Saba dan lain-lain.

Tetapi kenyataan yang mereka tidak pernah lihat adalah adanya keterampilan dan profesi yang lain mereka bisa tekuni sehingga kita dianggap sebagai orang yang tidak mempunyai daya guna.

Sekarang ada sebuah perilaku menyimpang yang hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat dan penyandang cacat, jika perilaku tersebut tidak ditindaki maka akan mengakibatkan ketidak nyamanan dalam kehidupan bermasyarakat sebab penyandang cacat akan terisolasi dari masyarakat di sekitar tempat ia bermukim, hal inilah yang disebut dengan praktek diskriminasi, praktek diskriminasi selain dilakukan oleh masyarakat sendiri juga terkadang dilakukan oleh para penentu kebijakan.

Alhamdulillah, sebab Allah telah menurunkan nikmat terbesar bagi seluruh penyandang cacat baik di seluruh dunia maupun yang ada di Indonesia khususnya sebab mereka telah diberi akal dan pikiran untuk membentuk organisasi-organisasi yang merupakan wadah perjuangan mereka untuk memperoleh kesamaan hak dimata hukum, keluarga, dan masyarakat.

Selain membantu perjuangan mereka untuk memperoleh persamaan di hadapan hukum, masyarakat, dan keluarga. Organisasi-organisasi initelah berhasil melepaskan warganya dari belenggu diskriminasi dan marjinalisasi meskipun mereka belum sepenuhnya terlepas dari kedua belenggu tersebut.

Tetapi yang namanya perjuangan, tentu kita harus bersabar dan tidak boleh selalu mengharap sukses sebab melepaskan diri dari belenggu diskriminasi tidaklah semudah menumbangkan sebuah pohon raksasa, berjuang untuk melepaskan diri dari belenggu diskriminasi membutuhkan pengorbanan sehingga penulis mengajak dirinya pribadi sebagai seorang penyandang cacat dan seluruh warga penyandang cacat untuk terus berjuang dan tak lupa memohon kepada Allah agar kita tetap berada dalam lindungannya.

Melalui kecacatan yang Allah berikan kepada kita sebagai cobaan, marilah kita menerimanya sebagai anugerah yang terbesar darinya dan marilah kita sebagai penyandang cacat mengisi hidup ini untuk melepaskan diri dari belenggu diskriminasi dan jadikanlah kecacatan ini sebagai motifasi untuk berjuang sampai menutup mata.

Tidak ada komentar: