Dengan izin Allah, maka sebuah pertanyaan saya(penulis) telah berhasil terjawab pada tanggal 1 Juli 2007, tepatnya pada pukul 11 siang ketika diumumkannya hasil ujian akhir nasional adalah hari syukur pribadi sebab saya telah lulus dan telah menyelesaikan study saya sebagai siswa SMP di SLB-A Yapti Makassar.
Maka berangkat dari itu, saya(penulis) teropsesi untuk lanjut di sekolah menengah umum (SMU) yang di dalamnya adalah mayoritas orang-orang awas maka pada tanggal 7 Juli 2006 saya(penulis) mendatangi SMU Negeri16 untuk mengambil formulir pendaftaran dan saat itu saya didampingi oleh seorang guru SLB-A Yapti yaitu Bapak Tomas sarwoko, maksudnya adalah untuk bertemu dengan Kepala sekolah SMU16 yang dalam pertemuan tersebut beliau akan memberikan penjelasan bahwa kaum tunanetra juga bisa bersekolah dengan orang-orang yang matanya sehat(orang awas) agar saya(penulis) tidak dipersulit oleh kepala sekolah dan panitia penerimaan siswa baru
Saya berangkat dengan menumpang motor milik Bapak Tomas sarwoko dengan hati yang dalam keadaan bertanya-tanya, setelah sampai di depan meja panitia pendaftaran sayapun mendapatkan pelayanan yang sama dengan siswa baru yang lain dan juga ikut antri di depan loket pendaftaran memang saya tidak terlihat seperti tunanetra sebab saya adalah Tunanetra yang masih diberi sisa-sisa penglihatan oleh Allah.
Saya dan Bapak Tomas sarwoko mengisi formulir pendaftaran tersebut ditengah-tengah kegiatan pengisian formulir pendaftaran terjadilah dialog antara saya(penulis) dan Bapak Tomas sarwoko yang isinya adalah bagaimana nasib saya ketika saya dikemudian hari jika saya akan mengikuti tes masuk dan baru ketahuan bahwa saya adalah seorang Tunanetra.
Sehingga beliau memberikan saran pada saya(penulis) agar saya bisa mendaftar juga di SMU negeri 6 yang merupakan tempat 3orang tunanetra pernah bersekolah, sesampainya saya di Asrama Yapti sayapun betemu dengan ibu saya dalam keadaan kecewa terhadap strategi yang dilakukan oleh Bapak Tomas sarwoko yang tidak membuka diri tentang keadaan saya sebagai seorang tunanetra.
Akhirnya saya(penulis) mengurungkan opsesi untuk melanjutkan perjuangan saya sebagai sebuah proses untuk masuk di SMU16 sebagai tunanetra pertama yang akan melakukan sebuah gebrakan baru teman-teman saya yang telah mengalami masa-masa yang demikian sangat marah melihat sikap saya yang terlalu cepat kecewa, bahkan salah satu tunanetra yang merupakan alumni dari SMU negeri6 meminta agar saya tidak memenuhi saran dari Bapak tomas Sarwoko.
Mereka lebih marah lagi ketika saya(penulis) beropsesi untuk bersekolah di SMU Datuk ribandang, sebab menurut mereka saya tidak mampu menghadapi tantangan dan tidak mempunyai keteguhan hati untuk menghadapi tantangan demi tantangan, akhirnya karena saya telah mengurungkan niat sya(penulis) untuk mendaftar di SMU16, maka saya mendapat saran agar mendaftar di SMU negeri 4 Makassar.
Maka keesokan harinya sehari pasca pendaftaran di SMU16 sayapun diantar ke SMUNegeri 4 untuk mengambil formulir pendaftaran, karena ketika saya(penulis)mendaftar di SMU Negeri 4 sudah hari terakhir maka saya langsung mengambil nomor tes, keberangkatan saya ke SMU Negeri 4 didampingi oleh salah seorang mitra sebut saja Marlina sesampainya kami di depan loket pendaftaran kamipun langsung mengambil formulir pendaftaran dan terjadilah dialog antara Marlina dan salah seorang panitia pendaftaran yang disaksikan oleh kedua telinga saya sendiri
Marlinapun mengatakan “sesungguhnya siswa yang saya dampingi untuk mendaftar adalah seorang tunanetra, dan kalau seandainya dia lulus kelak, dia akan belajar dengan menggunakan fasilitas yang ia miliki dan ketika ia mengikuti tes maka ia akan didampingi jadi apakah sekolah ini bersedia menerima seorang tunanetra?”.
Mendengar pertanyaan tersebut salah seorang panitia menjawab”bisa” sayapun mendengar jawaban tersebut dengan sedikit tenang akhirnya kamipun mengisi formulir pendaftaran.
Setelah kami melakukan pengisian formulir kamipun langsung mengembalikan formulir tersebut kepada panitia pengembalian formulir, sesampainya di sana Marlina pun kembali berdialog dengan panitia pengembalian formulir iapun kembali mengatakan bahwa siswa yang saya dampingi adalah seorang tunanetra kira-kira sekolah ini bersedia menerima tunanetra untuk mengikuti pendidikan sama dengan orang-orang yang normal?.
Panitia pengembalian formulir tersebut langsung menjawab”lebih baik menghadap kepada kepala sekolah”, akhirnya setelah saya(penulis) mendengar pernyataan tersebut, 3 hari pasca pendaftaran sayapun(penulis) langsung menghadap kepada Bapak Kepala SMU negeri 4 makassar yaitu Bapak Ibnu hajar saat itu saya didampingi oleh Kakanda Nurul hasana yang kebetulan menjabat sebagai ketua biro adfokasi dan pengkaderan Persatuan Tunanetra Indonesia wilayah Propinsi Sulawesi Selatan.
Dalam pertemuan tersebut dibahaslah mulai bagaimana kaum tunanetra menjalani pendidikan hingga bagaimana teknis pelaksanaan tes masuk yang khusus dilaksanakan bagi kaum tunanetra yang akan berintegrasi dengan orang-orang awas, jadi hasil pertemuan antara saya(penulis), Kakanda Mnurul hasana, dan bapak Ibnu hajar selaku kepala SMU negeri4 adalah disepakati bahwa saya(penulis) bisa membawa pendamping dari luar tidak didampingi oleh panitia penerimaan siswa baru ketika mengikuti tes.
Dan beliaupun mengatakan bahwa hal-hal yang bersifat teknis akan diatur saat hari ha akhirnya pada saat mengikuti tes saya didampingi oleh salah seorang mitra dari Persatuan Tunanetra Indonesia wilayah Sulawesi selatan dan diawasi oleh salah seorang guru SMU negeri 4 yang telah diberi mandat oleh Kepala SMU negeri4 untuk itu.
Rabu tepatnya pada tanggal12-7-2006 pada pukul 9.00 sayapun mengikuti tes di ruangan dewan guru SMU negeri4 sayapun masuk ke ruangan dewan guru dibawah pengawalan Bapak kepala sekolah SMU negeri4 dan disambut oleh sekian banyak guru yang tergabung dalam kepanitiaan penerimaan siswa baru.
Beragam ekspresi yang tampak dari wajah mereka ketika saya bersama pendamping yang akan mendampingi saya(penulis) masuk kedalam ruangan dewan guru setelah kami sampai di dalam ruangan dewan guru satu persatu panitia datang dan berkerumun di sekitar kami ada diantara mereka terheran-heran, ada yang bertanya-tanya, dan ada pula yang bersikap biasa-biasa saja dan menyambut kami dengan baik.
Sebelum tes saya(mengisi biodata yang telah ada pada bagian lembar jawaban sambil kami mengisi biodata, kamipun sesekali diajak ngobrol oleh sebahagian panitia dan akhirnya ketika lonceng berbunyi pertanda bahwa tes akan dimulai soal demi soalpun dibacakan oleh salah seorang guru yang telah diberi mandat secara lisan oleh kepala sekolah SMU negeri4 dan pendamping yang mendampingi saya hanya melingkari opshen yang saya pilih diantara beberapa opshen, sementara tes berjalan, saya(penulis) dan juga pendamping yang mendampingi saya sesekali didatangi dan dikerumuni oleh sekian banyak guru yang terlibat dalam kepanitiaan tersebut.
Seusai saya mengikuti tes, sayapun menandatangani Apsensi peserta tes pada saat itu, saya langsung didatangi oleh salah seorang guru SMU Negeri4 yang sekarang telah menjadi wali kelas saya beliaupun sempat menyempatkan waktu barang 5 menit untuk ngobrol dengan saya(penulis) dan pendamping yang mendampingi saya.
Tepat pukul 11.00, tes penerimaan siswa barupun telah selesai, sayapun pulang dengan hati yang sedikit agak legah meskipun saya masih dijangkiti oleh rasa pesimis terhadap hasil tes saya kelak jadi seandainya saya tidak lulus tes di SMU Negeri4 maka sayapun akan mencoba untuk masuk ke SMU Muhammadiah7 Rappokalling sebagai pelajar Tunanetra yang pertama kalinya
Akhirnya tepat pada pukul 16.00, sayapun datang ke Sekretariat PC IRM Tallo yang merupakan tempat saya beraktifitas sebagai pengurus dalam organisasi tersebut, selain ingin melakukan aktifitas sebagai pengurus IRM Tallo, saya juga bermaksud ingin menggali informasi tentang prosedur untuk masuk ke SMU Muhammadiah7 Rappokalling, dalam kesempatan itu saya berbincang-bincang dengan Nur rahma yang merupakan salah seorang siswi di SMU tersebut yang juga merupakan rekan kerja saya di Ikatan remaja Muhammadiah isi perbincangan kami adalah mulai dari berapa uang muka saat masuk, uang komite setiap bulan, dan lain-lain.
Tetapi setelah 2 hari saya mengikuti tes, saya(penulis) memperoleh informasi tentang kelulusan saya melalui media cetak saya dan ibu saya sangat berbahagia dan sangat bersyukur kepada Allah sebab kelulusan yang saya raih adalah sebuah anugerah yang telah ia berikan.
Akhirnya saya dan ibu saya datang ke SMU Negeri4 untuk mendaftar ulang dan sayapun resmi menjadi siswa di sekolah tersebut setelah melalui beberapa proses mulai dari pengambilan formulir, wawancara, dan mengurusi kepentingan yang lain.
Setelah saya(penulis) bersekolah di sekolah tersebut saya selalu memperoleh perlakuan yang baik dan sama dengan mereka-mereka yang awas tetapi ketika saya baru berada di sekolah tersebut sayapun sangat minder terhadap teman-teman saya dan kakak-kakak kelas saya sebab saya(penulis) merasa tidak memiliki apa-apa yang disebabkan oleh keterbatasan saya dari segi penglihatan.
Tetapi karena saya sering didekati oleh kakak-kakak kelas saya dari kelas IPA1 hinggaIPA7 sayapun akhirnya memiliki keteguhan hati yang dengan keteguhan hati itulah saya mampu bertahan meskipun saya dalam keadaan bermasalah, pendek kata meskipun saya sudah berhadapan dengan berbagai tantangan sayapun masih memiliki keteguhan hati yang menjadi penopang bagi diri saya untuk tidak mudah menyerah.
Adapun masalah yang saya hadapi sebagai seorang tunanetra adalah seringnya teman-teman saya melontarkan ejekan-ejekan secara bertubi-tubi bahkan mereka selalu menganggap kehadiran saya di sekolah tersebut sebagai sampah pelajar, tetapi itu semua hanya berawal dari ketidak tahuan saja dan alhamdulillah, semua itu sedikit demi sedikit sudah terkikis, selama satu smester saya bersekolah di sekolah tersebut, terkadang teman-teman saya mencoba mematahkan semangat belajar saya dengan mengeluarkan statemen yang jelek dan menjual-jual nama guru tapi keteguhan hatilah yang menjadi modal saya untuk menghadapi mereka-mereka yang ingin mematahkan semangat saya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar