Tanggal17-7-2006 adalah sebuah momen yang bersejarah dalam kehidupan saya(penulis), sebab saya telah memasuki sekolah baru saya yaitu SMU negeri empat Makassar, baik sebagai siswa baru maupun sebagai pelajar dari kaum yang termasuk ke dalam kategori berkebutuhan khusus. Setiap siswa yang masuk sebagai siswa baru harus mengikuti salah satu kegiatan yang sifatnya adalah perkenalan antara sekolah dan kita sebagai peserta didik dengan mengikuti kegiatan yang dikenal dengan istilah Masa orientasi siswa(MOS) selama tiga hari.
Dalam kegiatan tersebut, kita lebih banyak didampingi oleh kakak kelas dari berbagai organisasi yang ada di sekolah itu khususnya di seluruh SMP dan SMU antara lain dari Organisasi intra sekolah(OSIS), Palangmerah remaja(PMR), Pengurus Mushallah, Paskibra, dan Mading(Majallah dinding). Selama tiga hari saya mengikuti Masa orientasi siswa, saya selalu memperoleh perlakuan yang baik dari kakak-kakak kelas yang bekerja baik sebagai pendamping mos maupun sebagai panitia mos.
Kalau selama kita mengikuti masa orientasi siswa, kita membeli buku tandatangan yang diedarkan oleh kakak panitia mos seharga enam ribu rupiah terkadang ketika jam istirahat berlangsung, saya dan teman-teman saya keluar kelas mendatangi kakak-kakak panitia mos untuk meminta tandatangan. Ketika saya meminta tanda tangan, saya langsung diberikan tetapi saya juga kasihan pada teman-teman yang merupakan peserta mos sebab ketika mereka meminta tanda tangan permohonan mereka tidak langsung terkabulkan tetapi mereka diberikan persyaratan yang macam-macam mulai yang sifatnya masih bagus sampai yang betul-betul konyol
Saya terkadang digunakan oleh beberapa teman untuk memperoleh tandatangan dari kakanda ketua osis, sehingga ketika saya masuk kembali ke ruangan yang merupakan tempat saya mengikuti mos teman-teman saya terkena marah dari kakak pendamping mos sebab menurutnya saya telah dimanfaatkan oleh mereka sehingga sayapunn merasa tidak enak terhadap mereka.
Setelah saya tiga hari mengikuti masa orientasi siswa, sayapun ternyata merasakan suasana yang sangat berkesan, suasana itu terjadi ketika jam di dinding menunjukkan pukul lima teng pada saat itu kakak-kakak panitia mos masuk keruangan yang merupakan tempat saya mengikuti mos mereka membawa gitar, sesampainya mereka di dalam ruangan, kamipun disuruh untuk tunduk di atas meja.
Setelah mereka menyuruh kami tunduk di atas meja, saya yang juga sebagai peserta mos sempat berfikir bahwa saya dan teman-teman saya akan mengalami hal yang sama ketika saya mengikuti pengkaderan sebab mereka bernyanyi-nyanyi sambil memainkan gitar yang mereka bawa dan saya menyangka bahwa ketika mereka telah menyanyi-nyanyi, kami akan dipelonco sebagai akhir dari kegiatan masa orientasi siswa, ternyata mereka menyanyi sebagai tanda bahwa seluruh kegiatan mos telah dinyatakan selesai, dan kamipun segera berlarian menuju lapangan upacara untuk mengikuti klosing cerimonial dari acara masa orientasi siswa.
Keesokan harinya, saya dan teman-teman mencari ruangan yang menjadi kelas masing-masing untuk ditempati belajar setelah itu saya(penulis) langsung mengikuti pelajaran seperti biasanya. Tidak lama kemudian tibalah pada tanggal 17 agustus, sayapun mengikuti sebuah kegiatan yaitu pekan olah raga dan seni(PORSENI) acara tersebut dilaksanakan oleh Organisasi intra sekolah(OSIS) sayapun mengikuti salah satu lomba yang diadakan dari sekian banyak lomba yang diadakan seperti Pidato bahasa ingris, lomba da’i, dan lomba menyanyi solo(solo focal).
Pada saat-saat porseni itulah saya berkenalan dengan mereka-mereka yang telah menjabat sebagai pengurus osis yang merupakan akhir periode mereka. Dan pada saat porseni sayapun tidak ketinggalan untuk ambil bagian dalam kegiatan tersebut sayapun mengikuti lomba da’i, sambil menunggu giliran untuk mengikuti lomba da’i, sayapun berbincang-bincang dengan mereka-mereka yang merupakan kakak-kakak kelas saya, perbincangan kami mulai dengan introduktion, bahkan saya tidak segan-segan memberitahukan kepada mereka bahwa saya adalah orang yang memiliki keterbatasan dari segi penglihatan.
Sayapun sebenarnya sangat merasa minder terhadap apa yang saya miliki, tetapi setelah saya bercerita tentang keadaan saya sebagai orang yang telah berada di dunia yang penuh dengan kegelapan, sayapun diberikan motifasi oleh mereka dengan cara memberikan kata-kata yang membuat saya kuat dan membuat hati saya sedikit menjadi tenang. Suasana yang saya rasakan saat pertemuan tersebut adalah tidak adanya batasan antara senior dan yuniornya sehingga yang dulunya saya adalah orang yang minder kini menjadi orang yang mulai percaya terhadap diri saya bahwa apapun yang terjadi sayapun harus tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan yang bertubi-tubi. Tibalah saatnya saya(penulis) tampil untuk menyajikan materi sebagai kontestan pada lomba da’i tersebut dengan nomor peserta 29, sayapun tampil dengan penuh semangat dan materi da’i saya sampaikan dengan suara lantang dan dalam keadaan berapi-api.
Setelah saya selesai menampilkan kebolehan saya dalam hal menyampaikan da’wah, sayapun melihat reaksi yang bermacam-macam baik dari sesama peserta, dewanjuri, seluruh panitia, dan guru-guru yang menyaksikan saya berkompotisi dalam konteks ini, ada pula berbagai suara sumbang yang keluar dari mulut kakak-kakak kelas yang mengucapkan sebuah kalimat”apakah kamu tidak merasa malu terhadap teman kamu yang satu ini?” perkataan ini ditujukan kepada seluruh peserta dari tiga lomba yang sedang berlangsung saya ketika mendengar hal ini tidak merasa sombong tetapi hal ini yang membuat saya bersemangat.
Setelah empat bulan lamanya saya(penulis) bersekolah di SMU negeri empat, saya langsung diangkat menjadi pengurus Mushallah di sekolah tersebut, di dalam struktur kepengurusan ini saya menduduki sebuah pos yaitu Departeman da’wah sebagai anggota bidang. Dalam kesempatan yang menurut saya adalah kesempatan emas sayapun menampilkan beberapa kebolehan yang saya bisa dan kebetulan teman-teman saya juga miliki.
Saya sangat bersyukur kepada tuhan sebab saya tidak pernah memperoleh perlakuan diskriminatif dari kakak-kakak kelas, malahan mereka yang selalu memberikan sugesti kepada saya agar saya tetap enjoi dalam menghadapi kebutaan yang sudah lama saya alami. Berdasarkan pemaparan di atas, kakak-kakak kelas saya memberikan sugesti bukan hanya dalam bentuk retorika tetapi mereka memberikan sugesti dalam bentuk tindakan. Sugesti dalam bentuk tindakan ini contohnya adalah kesempatan untuk mengasa kreatifitas, dan dilibatkannya saya dalam struktur kepengurusan dalam sebuah organisasi
Sugesti dalam bentuk perkataan adalah seringnya saya diajak ngobrol dan mereka sering juga mengajak saya untuk berbagi dan memberikan suport atau dukungan dan mereka menyatakan salut pada saya sebab dengan kebutaan yang saya alami saya masih bisa melakukan apa yang mereka juga bisa lakukan, sehingga saya meskipun sebagai seorang tunanetra saya juga seperti hidup di Asrama Yapti.
Selama saya aktif sebagai pengurus Mushallah di sekolah tersebut, saya merasakan betapa indahnya sebuah kebersamaan yang merupakan anugerah terbesar dari ilahi tetapi jika saya kembali mengingat masa-masa lalu saya saya terkadang menangis perasaan bahagiapun meliputi jiwa saya yang dahulu lebih sering dilanda oleh keputus asaan. Namun, saya sebagai orang yang telah sangat banyak terbantu oleh kakak kelas saya sangat berterima kasih dan bersyukur kepada Allah serta tak lupa mendoakan mereka mudah-mudahan mereka diberikan kemudahan untuk mencapai opsesinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar