Tanggal 11-2-1989, terdengar suara tangisan bayi yang merupakan buah hati pertama hasil pernikahan antara Bapak Sa’id Bakri dan ibu Siti khadijah yang kemudian diberi nama Sujono sa’id, inilah kali pertama penulis menempati dunia yang di dalamnya kehidupan terlihat begitu keras, sehingga wajarlah ketika setiap bayi yang terlahir ke dunia ini dalam keadaan menangis sebab mereka sebenarnya tidak siap menghadapi tantangan yang sudah siap menjadi palang yang menyulitkan langkah manusia.
Setelah beberapa hari kemudian, Ibu Khadija ternyata ditimpa musibah yaitu hilangnya penglihatan pada mata penulis, beliau melihat temuan ini ketika beliau memberikan asi kepada penulis, setelah 7bulan kemudian, dibawalah penulis dari Selayar ke Makassar untuk menjalani operasi pertama dibawah dampingan Dokter umar.
Setelah menjalani operasi pertama, terjadilah perubahan pada mata penulis, mata penulis sudah sedikit demi sedikit melihat isi seluruh jagat raya ini. Namun, perjuangan ibu Khadija tidak terhenti sampai di sini, beliau mem follow up usaha beliau setelah saya (penulis) berusia dua tahun, dan ternyata masih kurang berhasil, sayapun dibawa kemakassar untuk menjalani operasi yang ke tiga ketika saya sudah berumur 8 tahun.
Ternyata, operasi yang ke tiga adalah operasi yang terakhir kalinya, setelah setahun pasca operasi ketiga dan terakhir, sayapun menempuh pendidikan sekolah dasar di SLB Bulukkumba selama 6 tahun, setelah tammat dari sekolah tersebut, saya melanjutkan sekolah saya di Yapti Yayasan pembinaan tunanetra Indonesia.
Selama saya(penulis) bersekolah di Yapti, saya memiliki paradikma yang semakin maju, karena bagi saya Yapti ibarat lampu yang menerangi hati saya, selama saya berada di Yapti saya selalu memanfaatkan momen untuk menambah khasanah pengetahuan saya, serta mempelajari hal-hal yang saya anggap perlu, sehingga saya merasa tidak ketinggalan dari teman-teman pergaulan di kampung serta sepupu-sepupu saya.
Setelah saya(penulis) masuk SMU, sayapun diperhadapkan pada berbagai macam difficult problem, namun beliau selalu mendoakan saya sehingga setiap persoalan yang saya hadapi selalu dapat terselesaikan, sebab saya yakin bahwa doa seorang ibu di ijaba oleh Allah, dan saya yakin tidak ada ibu yang tega melihat anaknya menjadi nanusia celaka, pasti semua ibu menginginkan anak yang baik dalam berbagai aspek kehidupan.
Ibu Khadija, adalah seorang sosok yang dimata saya adalah seorang perempuan yang telah banyak berjasa kepada anak-anaknya, sehingga saya selaku anak sulung beliau menemukan jati diri saya sebagai seorang Jono yang memiliki kebolehan di berbagai bidang meskipun tidak mempunyai keahlian khusus. Kebolehan saya yang telah saya rasakan adalah kemampuan bermain musik, kemampuan dalam dunia jurnalistik, kemampuan untuk mengelola kehidupan kea rah yang lebih baik, kemampuan menjadi aktifis di berbagai organisasipun ia miliki, namun, saya(penulis) tidak merasa sombong karena saya merasa bahwa semua yang saya dapatkan adalah dari Allah.
Apa yang saya peroleh meskipun saya perjuangkan dengan pengorbanan yang begitu banyak, namun Allah tidak menghendaki serta sang ibu tidak memberikan dukungan serta bantuan, sayapun tidak mampu berbuat banyak untuk diri saya. Bagi saya beliau adalah cahaya yang menerangi kehidupan saya dengan pancaran kasihnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar