Sebuah kebahagiaan terpancar dari wajah Ibu Sitti Khadija ketika beliau melahirkan anak pertamanya yang tak lain adalah penulis sendiri, sebab penulis dilahirkan dalam keadaan sehat, tetapi beberapa hari kemudian, beliau dikejutkan oleh sebuah penemuan yang ternyata harus mereka terima sebagai sebuah kenyataan pahit.
Kenyataan pahit yang dimaksud adalah hilangnya indera penglihatan yang ada pada diri saya, sejak itu beliau sebagai seorang ibu mulai melakukan usaha untuk mengembalikan indera penglihatan saya pada kondisi seperti sedia kala, akhirnya ketika saya sudah memasuki usia 7 bulan, dibawalah saya ke makassar untuk menjalani pengobatan, sehingga saat itu terjadi sebuah perubahan yang tadinya saya buta total, akhirnyasaya juga mengenali dunia yang merupakan tempat saya hidup dan berpijak.
Kegembiraan kedua orang tua saya dan sanak vamili terpancar dari raut wajah mereka, karena harapan mereka telah berhasil meskipun belum sepenuhnya, akhirnya ketika saya berusia 2 tahun, saya kembali menjalani operasi, ketika umur7 tahun sayapun kembali menjalani operasi dan operasi tersebut adalah operasi yang terakhir kalinya.
Namun apalah hendak dikata, saya ternyata sudah diusahakan untuk dapat melihat seperti teman-teman saya dikampung, tetapi kenyataannya harus lain, ibu saya sangat bersedih seolah tidak menerima takdir ilahi yang telah digariskan olehnya,terlebih dari ayah saya, yang setiap hari selalu marah-marah kerap kali melihat tampang saya.
Dibalik kesedihan yang menimpa ibu saya, beliau tetap memberikan kasih sayangnya kepada saya, bahkan beliau selalu berusaha untuk mencarikan jalan agar saya mau masuk sekolah luar biasa, setelah saya berumur 8 tahun tepatnya tahun 1997, tiba-tiba ayah saya harus di mutasi ke sebuah desa terpencil untuk mengemban sebuah amanah yaitu sebagai seorang kepala sekolah di sebuah SD, akhirnya sayapun harus pindah, karena sang ibu tercinta Ibu ST Khadijah juga harus turut mendampingi sang ayah di tempat tugasnya yang merupakan tempat terpencil, rela tak rela saya harus berpisah dari mereka, akhirnya sayapun berangkat ke bulukkumba untuk bersekolah.
Sesampainya saya di bulukkumba sayapun bersekolah selama 6 tahun, dan sayapun melanjutkan study di SLB-A Yapti Makassar tepatnya pada tanggal 21 Juli 2003. Selama saya bersekolah di SLB-A Yapti, sayapun akhirnya mengetahui banyak hal, selain saya mengikuti pendidikan secara formal, saya juga melakukan explorasi terhadap pengetahuan luar seperti kegiatan extra kurikuler meting English, Aktif ber organisasi, dan belajar menuangkan perasaan melalui goresan pena.
Menyikapi keadaan ibu saya yang tidak mau menerima kenyataan pahit yang harus saya alami sayapun harus bersedih, sebab sayapun merasa bahwa hilangnya indera penglihatan saya akan membuat saya kehilangan segalanya. Suatu waktu, saya kembali ke Kabupaten selayar yang merupakan tempat saya tumbuh dan menjalani kehidupan saat itu, saya memperlihatkan skil yang saya miliki dalam hal bermain gitar akuistik, sehingga saat itu, saya langsung menyaksikan respon ayah saya yaitu sebuah kekaguman yang di tunjukkan kepada saya sebab mereka tidak menyangka bahwa saya akan seperti ini, terlebih lagi ketika saya bercakap dengan seorang teman dengan ber bahasa ingris, saat itu juga beliau berbisik kepada ibu saya dengan ucapan “anakmu sudah bisa membentuk dirinya” sejak saat itu ayah sayapun mau menerima keberadaan saya. Sebagai the bline.
Setelah saya naik kelas tiga SMP, ternyata terjadi konflik tertutup antara orang tua saya dan saudara-saudaranya dari pihak ayah saya, dikarenakan sang ibu dari ayah saya terlalu pilih kasi terhadap anak-anak serta cucu-cucunya, saat itu saya telah merasa sangat kehilangan segalanya, bahkan saya merasa tidak memiliki siapa-siapadikarenakan oleh konflik tersebut, sebahagian sepupu saya dari ayah selalu sentimental terhadap tindakan saya.
Masih tercatat dan terekam dalam benak saya, saat-saat saya akan mengikuti ujian nasional, saya meminta agar tante saya meminta kesediaan anaknya untuk mendampingi saya ketika saya mengikuti ujian nasional, tetapi saya ternyata tidak mendapat respon positif, malah melainkan semuanya dilimpahkan kepada adik saya. Seandainya tidak ada teman-teman yang memiliki kesempurnaan dari segi indera fisual, maka sayapun tidak tahu apa yang akan terjadi, namun saya tetap menganggap bahwa saat itu saya merasa betul-betul kehilangan segalanya, bahkan saudara-saudara mereka menganggap ibu saya tidak memiliki rasa tanggung jawab kepada anaknya padahal mereka tidak tahu.
Tetapi saya tidak menerima begitu saja apa yang menjadi sikap mereka, saya menjadikan rasa kehilangan akan segala-galanya yang dikarenakan oleh konflik internal keluarga ini menjadi sebuah cambuk yang memberikan motifasi kepada saya untuk lebih banyak berkarya, dan meyakinkan kepada diri saya bahwa saya masih mempunyai sesuatu yang dapat membantu saya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.
Sebuah sejarah yang juga amat menyedihkan lagi-lagi menyangkut konflik keluarga, tepatnya pada tanggal 14-juli-2006, saat itu saya sudah menammatkan sekolah saya di sebuah sekolah luar biasa yaitu SLB-A Yapti, tetapi saya ingin melanjutkan studi saya di sebuah sekolah negeri saat itu uang yang di bawa oleh ibu saya tidak cukup untuk biaya masuk, tetapi ibu saya ber fakir untuk meminta kesediaan dari seorang tante saya yang merupakan lawan konflik dari keluarga saya. Suatu sore, tepatnya pada hari jumat tanggal 14-juli-2006, saya dan ibu saya baru saja pulang dari SMU negeri yang merupakan tempat saya untuk melanjutkan studi, menyelesaikan administrasi, tetapi ternyata ada biaya yang harus saya lunasi saat itulah ibu saya berfikir, karena beliau merasa bahwa uang yang beliau bawa tidak mencukupi untuk memenuhi hal tersebut.
Akhirnya, kamipun pulang dari sekolah tersebut menuju asrama Yapti, sesampainya kami di asrama Yapti, sayapun langsung menelphon ke rumah Tante saya yang merupakan lawan konflik ibu saya saat pembicaraan kepada saya beliau katakan bahwa “nak! Suruh saja ibumu untuk datang ke rumah untuk mengambil uang yang akan ia pinjam” sesampainya ibu saya di rumah tante saya, beliaupun mengutarakan maksudnya mendengar penuturan dari ibu saya, sang tante langsung menjawab, saya tidak bisa meminjamkan uang karena anak dari ipar saya juga akan masuk polisi, mendengar jawaban dari sang tante, maka ibu saya hanya bisa menangis bahkan saat itu beliau rela untuk menjual perhiasan yang ia miliki di sebuah tokoh perhiasan.
Tetapi, ternyata setelah suami dari sang tante, melihat ibu saya menangis, beliaupun langsung mengatakan bahwa pinjamkanlah! Uang yang kamu miliki, akhirnya sang tante meminjamkan uang yang ia miliki kepada ibu saya. Ke esokan harinya, saya dan ibu saya kembali ke sekolah yang merupakan tempat saya akan melanjutkan studi untuk menyelesaikan hal-hal yang tertunda, mendengar sikap dan perlakuan sang tante dari pihak ayah saya, maka tante yang merupakan saudara dari Ibu sayapun melakukan sebuah tindakan, beliau meminjamkan uangnya untuk mengembalikan uang yang dipinjamkan oleh ibu saya, saat itu, saya kembali sadar bahwa saya belum kehilangan segalanya, meskipun saya memiliki kekurangan dari segi fisik(mata).
Ketika saya sudah bersekolah di SMU negeri 4 Makassar, saya tidak pernah memperoleh kesulitan atau dalam bahasa ingris dikenal dengan istilah difficult problem, tetapi meskipun demikian, saya juga pernah memperoleh sebuah cobaan yang awalnya saya merasa itu adalah sebuah kesulitan, tetapi karena mungkin saya masih mencoba untuk bersabar, sehingga cobaan tersebut berubah menjadi sebuah kebahagiaan.
Saat itu adalah jadwal untuk pelajaran Teknologi informasi dan komuni kasi(TIK), saat itu guru computer hanya menuliskan materi pelajaran di papantulis, sehingga saya harus bersabar, tetapi saya merasa bahwa saya tidak akan memperoleh catatan dari guru tersebut jika saya tidak meminta salah satu dari teman saya untuk membacakan materi yang di tuliskan di papan tulis Saat itu memang ada beberapa teman laki-laki yang mau membantu saya untuk membacakan materi di papan tulis namun tidak selesai sampai habis, mereka hanya membacakan saya satu sampai lima baris.
Setelah satu-satu di antara mereka membacakan saya satu sampai lima baris, merekapun langsung meninggalkan dan mengacukan saya tetapi ada seorang teman saya yang secara tulus dan ikhlas membantu saya untuk membacakan materi yang tertulis di wite board Aulia Susanti, dia adalah sosok wanita yang merupakan teman kelas saya yang perhatian dan perlakuan serta keperibadiannya telah terfisualisasikan dalam benak saya, dialah yang membantu saya untuk membacakan materi computer saat itu yang tertulis di atas sebuah papan tulis berwarna putih atau dalam bahasa ingris dikenal dengan nama wite board. Namun, perhatiannya tidak berhenti sampai disini tapi berkelanjutan.
Kelanjutan dari sebuah episode tentang perjalanan persahabatan antara saya dan Aulia yang berawal di Lab Komputer ternyata berlanjut di dalam kelas, dan akhirnya dia lebih perhatian kepada saya sebab setiap pengurusan dokumen dalam kelas, ia selalu mempermudah saya untuk menyelesaikannya, dia juga selalu ikhlas dan tulus memberikan informasi yang saya butuhkan untuk kelancaran aktifitas saya sebagai siswa.
Sayapun sudah sempat mengecewakan Aulia sebab ia pernah mengajak saya untuk mengikuti inglish meting tetapi saya menolaknya tetapi akhirnya pada saat saya akan duduk di kelas dua, saya ternyata harus pindah dari SMU 4 ke SMU Datuk ribandang karena saya merasa kesulitan dari segi akses transport tasi, tetapi kenangan bersama Aulia tetap terbayang di benak saya bahkan ketika saya mengikuti meting English yang diadakan oleh BEC (Bamper English club) saya selalu terbayang seolah-olah saya bercakap dengan Aulia, khususnya ketika saya menyampaikan welcome spic dan clowsing spic setiap meting diadakan.
Keberadaan saya di SMU Datukribandang tidak membuat saya melupakan Aulia yang telah menjadi seorang beautiful inspirator yang telah memberikan banyak motifasi kepada saya khususnya dalam hal belajar Bahasa Ingris, sehingga alhamdulillah, saya sudah sedikit demi sedikit telah berhasil untuk berbicara dengan menggunakan Bahasa inggris, bahkan saya sudah pernah sekali menjadi penanggap dalam sebuah forum diskusi berbahasa inggris yang diadakan oleh TVRI makassar yaitu English corner.
Akhirnya tanggal 28- Juni-2008, adalah hari yang sangat bersejarah, karena pada hari itu saya telah mengakhiri kehidupan saya di kelas 2 SMU, hari itu saya datang ke sekolah tepat pada pukul 8.00 pagi, sesampainya saya di sekolah, saya bertemu dengan teman-teman saya di depan kelas yang sudah dalam keadaan berdebar-debar karena memperoleh sebuah pertanyaan yang belum terjawab yaitu antara naik kelas dan tinggal kelas. Namun ketika Bapak DRS. Dappan AH,masuk ke ruangan guru, seluruh siswapun mengikuti beliau, tetapi saat itu saya langsung dikawal oleh Pak Dappan
Saat Pak Dappan mengawal saya dari depan kelas menuju ke ruang guru, teman-teman saya dari kelas lain menyaksikan dari jauh, akhirnya tibalah saya di ruang guru, akhirnya setelah saya harus menunggu lebih lama, saya akhirnya menerima Raport, setelah menerima Raport dari Pak Dappan, selaku wali kelas, saya langsung meminta teman saya untuk membacakan isi dari raport yang merupakan hasil belajar selama 1 tahun dengan kondisi hati yang berdebar-debar, raport pun perlahan dibuka.
Setelah saya mendengarkan hasil belajar yang tertera dalam Raport yang telah diberikan oleh Pak Dappan, sayapun sangat bersyukur kepada Allah karena saya naik ke kelas 3 dengan nilai yang alhamdulillah sangat memuaskan, sejak selesainya saya mengambil raport di sekolah sampai di asrama Yapti kegembiraan tersebut terpancar di raut wajah saya, teman-teman sayapun di asrama Yapti menyambut saya dengan penuh kegembiraan ketika saya datang ke asrama Yapti dengan menenteng buku raport.
Sebagai wujud kegembiraan saya terhadap keadaan ini, sayapun akhirnya mengirimkan SMS kepada orang tua, Tante, seluruh keluarga serta kerabat dekat yang senantiasa membantu saya dalam proses belajar mengajar di sekolah, setelah satu jam saya berada di asrama Yapti pada hari itu, tiba-tiba HP saya berdering setelah saya angkat, ternyata yang menelpon adalah seorang tante yang senantiasa peduli terhadap saya dan selalu mendukung saya setiap kali melakukan tindakan, isi pembicaraan antara saya dengan sang tante pia telephon yaitu konfirmasi dari sang tante sebagai follow up dari informasi yang saya sebarkan melalui SMS kepadanya yang di respon dengan ucapan selamat atas prestasi yang saya raih serta ajakan untuk berlibur di Kabupaten Selayar yang merupakan kampung halaman saya tetapi saat itu saya lagi tidak bisa memenuhi ajakan beliau karena saat itu saya sedang mengikuti pelatihan public speaking.
Tanggal 14-Juli-2008, adalah hari pertama saya untuk menduduki kelas baru. Saat itu, jam di HP saya sudah menunjukkan pukul 5.00 subhu, azan di Mushallah Tarbiatul ittihadul ummah sudah berkumandang, sayapun terbangun dari tidur saya kemudian menjawab panggilan azan yang telah berkumandang di mushallah tersebut, ketika saya berdialog dengan Allah saat subhu dan setiap waktu shalat yang lain bahkan diluar waktu shalatpun, saya selalu meminta agar Allah selalu memberikan jalan yang lurus.
Setelah saya melaksanakan panggilan ilahi, sayapun bersiap-siap untuk menyongsong harapan baru di ruangan kelas 3, setelah jam di HP saya sudah menunjukkan pukul 7.00, sayapun sudah berada di sekolah sesampainya saya di kompleks perguruan Islam Datuk ribandang, sayapun melangkahkan kaki ke sebuah ruangan kelas baru yaitu kelas 3-IPS2 SMU Datukribandang, sesampainya saya di dalam ruangkelas tersebut, saya tak lupa mengucap syukur kepada Allah, sebab saya tidak menyangka kalau saya sudah tiga tahun bersekolah di tempat tersebut, tetapi sayapun sangat bersedih karena saya tidak mengetahui apa yang akan terjadi ketika saya akan tammat apakah saya akan mengakhiri hidup saya di SMU Datukribandang dalam keadaan happy ending atau dalam keadaan sad ending, namun jawaban tersebut akan muncul ketika saya menjalaninya satu tahun kemudian atau setelah ujian akhir selesai.
Sejak itu, saya merasa bahwa hari ini saya telah menemukan sesuatu yang telah lama hilang dan sangat sering saya keluhkan setiap waktu, dan setiap hari, saya sejak hari itu sampai tulisan ini selesai merasa bahwa saya adalah Jono bukan Jono-Jonoan, dari Jono yang suka patah semangat berubah menjadi jono yang terlihat happy, sebab prinsip yang saya pegang dalam kehidupan saya adalah “happy is verry importen for our life”. Hal yang menyadarkan saya bahwa saya belum kehilangan apa-apa, adalah kemampuan bermain musik, kemampuan berbahasa inggris, kemampuan menulis, serta ketulusan dari teman-teman saya yang tergabung dalam Barisan Mitra pertuni dan Persatuan Tunanetra Indonesia, serta seluruh Binaan Yayasan pembinaan Tunanetra Indonesia.
Saya sangat bersyukur kepada Allah sebab meskipun saya adalah manusia yang telah ia takdirkan menjadi manusia yang kurang dari segi penglihatan, namun saya sangat berterima kasih kepadanya sebab ia telah menuntun saya untuk berjalan kea rah yang ia kehendaki melalui perantara dari makhluk yang telah ia ciptakan di permukaan bumi ini.
Ucapan terima kasi saya haturkan kepada Ibu saya yang telah membesarkan saya hingga saya berhasil menjadi seorang penulis pemula, ibu saya juga adalah seorang perempuan yang telah banyak berjasa dan telah berkorban serta tak kenal lela, ibu saya adalah seorang perempuan yang bijak sana dalam menyelesaikan sebuah perkara yang dicoba diselesaikan dalam sebuah musyawarah untuk mencapai mufakat.
Ucapan terima kasih kepada teman-teman binaan Yapti yang telah membantu saya ketika saya dalam keadaan terhimpit, dan mau berbagi kebahagian dengan saya serta mengajarkan kepada saya akan pentingnya sebuah solidaritas, ucapan terima kasi kepada Kakanda Hamzah yang telah banyak memberikan kepada saya nasihat tentang menata sikap terhadap kehidupan yang kian hari kian keras di permukaan bumi ini.
Begitupun kepada teman-teman Barisan Mitra pertuni 12, yang telah banyak membantu saya dalam berbagai hal mulai dari hal pendampingan, membantu teman-teman tunanetra untuk meng akses informasi, sampai perjuangan untuk penyadaran kepada masyarakat agar tidak berbuat diskriminatif kepada teman-teman penyandang cacat pada umumnya dan kepada teman-teman tunanetra secara khusus.
Terima kasih saya haturkan kepada Kakanda Mustakim zul kifli yang telah banyak memperluas cara pandang saya yang selama ini telah dipersempit oleh kemalasan saya untuk melakukan sebuah explorasi lebih dalam, kepada kanda Ahmat yang merupakan salah seorang anggota komunitas blogger makassar yang telah banyak membantu saya untuk membuat media penyaluran karya yang telah saya buat.
Kepada Kanda Muhammad Nursyam yang telah mencoba untuk memperjuangkan agar saya memperoleh kesempatan mempublikasikan karya saya pada salah satu Koran ternama yang bertempat di gedung Graha pena Makassar, meskipun tulisan tersebut tidak layak untuk di muat, namun usaha beliau sangat berharga bagi saya selaku penulis.
Kepada M. Tegu saputra, yang telah aktif membantu saya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang saya emban sebagai seorang pelajar yang ber sekolah di SMU regular atau dikenal dengan sekolah integrasi, terima kasih taklupa pula saya haturkan kepada Eprilia eka saputri(Evi) yang telah banyak berkonsultasi dengan saya tentang masalah-masalah yang harus diselesaikan secara arif dan tidak dengan jalan kekerasan.
Ucapan terima kasih taklupa pula saya haturkan kepada saudari Megawati yang telah bersedia untuk mengorbitkan saya menjadi penulis pada Majalah Pebi(Pena biru) sebuah majalah khusus bagi para pelajar SMU,SMP dan para mahasiswa yang sedang menjalani studi pada berbagai universitas, namun saya hanya bisa mengirimkan doa kepada Allah agar teman-teman yang selalu membantu saya tetap memperoleh kekuatan dan memperoleh balasan yang setimpal atas perbuatan mereka dan sayapun sangat bersyukur kepada Allah sebab saya telah berhasil menemukan kembali jati diri saya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar