Hari itu pengumuman tentang penentuan lulus tidaknya semua siswa dan siswi SMU negeri dan swasta di Indonesia, usaha yang telah tiga tahun dijalani oleh Medita salah seorang siswi sebuah SMU di Makassar telah membuahkan hasil. Hal tersebut terbukti ketika ia melihat namanya muncul di papan pengumuman sebagai salah satu dari sekian banyak pelajar yang lulus dengan nilai dan index prestasi yang memuaskan.
Setelah tiga hari pasca pengumuman, iapun meneruskan perjuangannya untuk meraih sebuah cita-cita yang telah lama diperjuangkannya, entah mengapa hati medita tertarik untuk mendaftar di fakultas hukum Universitas Hasanuddin makassar, padahal ketika ia SMU ia mengambil jurusan IPA, kalau kita mengacu pada kebiasaan seseorang yang besiknya kuat di IPA selama SMU, biasanya ia mengambil jurusan kedokteran, Matematika, Biologi, Fisika, dan Kimia kalau kita melihat memang sangat ganjil jika seseeorang yang mengambil jurusan IPA mengambil jurusan hukum, akuntan, dan Bisnis, serta jurusan social yang lain. Tapi, hal itu tidak dipedulikannya, ia tetap pada prinsipnya.
Ketika tindakan Medita diketahui oleh kedua orang tuanya, Medita langsung memperoleh kritikan pedas dari keduanya. Sepulangnya dari universitas yang akan menjadi tempat Medita untuk melanjutkan studi, terjadilah dialog antara Medita dan kedua orang tuanya “ Medi… mama sama papa kecewa banget deh ama kelakuan kamu kali ini” ujar ibu Medita “ ada apa ma?” Tanya Medita tidak mengerti,” gini Dit, kamu tuh udah gila ya kok kamu jebolan IPA malah ngambil jurusan hukum!” ungkap ibunya dengan nada marah “ ia deh ma Medi minta maaf kalau Medi udah ngecewain mama tapi.. tapi apa?” Gertak ibu medita “ tapi gini ma inikan kemauan Medi sendiri ma!” jawab Medi, “ mama udah nggak usah ngatur Medi lagi ma, Medikan udah tammat SMU”” Medi udah bisa nentuin pilihan, udah mampu ngebedain yang baik ama yang buruk!” tambah Medi.
Setelah mendengar argumen Medi, ibunya langsung memberikan tamparan ke wajah Medi dan berujar” kamu tuh nggak tahu diuntung ya!” ujar ibunya, setelah mengayunkan tamparan kewajah Medi ia langsung menyuruh Medi untuk pergi dari rumah” kamu angkatkaki aja dari rumah ini! Kamu tuh bukan lagi anak mama” ujar sang ibu kepada Medita, mendengar kemarahan Ibunya, ia langsung menanggapi ibunya dengan berujar” baiklah kalau itu kemauan mama Medi turuti!”.
Akhirnya, saat itu Medita langsung meninggalkan rumahnya kemudian mencari tempat tinggal ditempat lain. Karena Medi sudah memiliki tabungan sejak masih kecil di sebuah bank, ia langsung mengeceknya dan dari hasil pengecekannya, ternyata cukup buat nyari tempat tinggal, buat bayar uang kuliah, dan lain-lain.
Setelah Medita memperoleh rumah untuk tinggal, iapun datang ke rumah pamannya yang kebetulan adalah saudara kandung mamanya, di rumah pamannya, Medi mengadukan perlakuan medi yang diperoleh dari mamanya “gini om, Medikan mau kuliah di fakultas Hukum di Unhas, medi tahu kalau Medi waktu SMU ngambil jurusan IPA, dan Medi tahu kalau kita ngambil jurusan IPA harusnya kuliah di fakultas Kedokteran dan Mipa, bukannya malah ngambil jurusan social seperti hukum tapi nggak tahu ya om kenapa medita malah tertarik untuk ngambil jurusan hukum ”.
Setelah Ayah Medita tahu perlakuan istrinya terhadap Medita, ia malah marah kepada sang istri “mama udah keterlaluan kok mama kaya gitu sih? Sebenarnya papa juga kecewa bangat ama Medi tapi papa sadar kalau usaha ama takdir yang ngentuin nasib Medi bukan kita ma kita hanya mendidik dan membesarkan Medi”.
Setelah mendengar argument suaminya, Ibu Medi malah tambah tidak mampu meredam emosinya, melihat istrinya marah terus-terusan, sang ayah langsung bertanya “ Medi mana ya?” sang suami bertanya kepada istrinya tentang keberadaan medi “Medi udah gua suruh angkat kaki dari rumah ini” apa mama udah keterlaluan” ujar sang suami.
Setelah Medita datang mengadu kepada pamannya tentang kelakuan mamanya, iapun mengikuti tes SPMB yang diadakan oleh fakultas hukum Unhas, dan setelah melalui tes SPMB, ternyata Medita dinyatakan lulus. Akhirnya, kini Medita sudah memulai aktivitas kuliahnya. Selama Medita menjadi mahasiswi, ia juga aktif dalam sebuah lembaga bantuan hukum yang memperjuangkan hak-hak Perempuan, anak-anak dan masyarakat miskin. Karena ketekunan dan kesabarannya, setelah empat tahun berjuang, iapun akhirnya telah berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan nilai yang memuaskan dengan menyandang sebuah gelar yaitu sarjana hukum.
Setelah Medita menyelesaikan kuliahnya, kebetulan saat itu terbuka pendaftaran untuk menjadi pengacara, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut sebab ia ingin mewujudkan cita-citanya yaitu melindungi kaum perempuan dari berbagai kasus kriminalitas dengan menggunakan kewenangannya sebagai pengacara. Setelah Medita mengikuti tes, ternyata iapun dinyatakan lulus. Kelulusan dirinya Medi ketahui ketika menerima informasi, dan SK, serta undangan untuk dilantik menjadi seorang pengacara.
Setelah resmi menjadi seorang pengacara, ia sudah sering menangani kasus mulai kekerasan terhadap perempuan, masyarakat miskin yang secara kebetulan sedang bersengketa, dan kekerasan terhadap anak dibawa umur. Suatu hari, ditengah maraknya sebuah kasus tentang seorang tenaga kerja wanita yang memperoleh kekerasan dari majikannya, dan saat itu Medita juga sebagai seorang aktifis yang melindungi kaum perempuan juga turut menangani kasus ini sehingga ia juga sering tampil di berbagai media. Suatu hari, kedua orang tuanya sedang menonton TV dan tiba-tiba melihat wajah anaknya yang sedang mengadakan konfrensi pers tentang kasus TKW.
Melihat anaknya, sang ibu ternyata menyesali semua perbuatan yang telah ia lakukan terhadap anaknya hingga tindakannya yang begitu tega mengusir anaknya dari rumahnya, dengan perasaan sedih ia berucap kepada suaminya “pa… mama nyessal bangat udah ngusir Medita dari rumah, ternyata apa yang papa bilang ke mama itu benar” ujar sang istri kepada suaminya “mama sadar kalau kita hanya mengasuh dan mendidik Medita, nasib ama kerja kerasnya yang ternyata paling menentukan” tambah sang ibu.
Sudah seminggu sang Ibu mencari Medita, tetapi hasilnya tidak tercapai hingga sang ibu jatuh sakit. Setelah Medita berhasil menyelesaikan kasus TKW yang ia tangani suatu malam, ia terdorong untuk kembali ke rumahnya, tetapi ia tetap berusaha untuk melawan kata hatinya, namun ia tetap tidak mampu mengalahkan kata hatinya.
Akhirnya, saat itu Medita tetap nekat untuk kembali ke rumah orang tuanya dengan kesiapsiagaan menghadapi berbagai konsekwensi yang akan menimpa dirinya. Setibanya di rumah kedua orang tuanya, ia mendapati ibunya sudah dalam keadaan sakit. Pertemuan antara Medita dan ibunya ternyata berlangsung dalam suasana haru, perasaan bersalah sang ibu diungkapkan kepada Medita “ nak… mama minta maaf kalau ternyata ini adalah kesalahan mama yang begitu mudahnya ngusir kamu, mama nyessel banget” ujar sang ibu kepada Medita, mendengar pernyataan sang ibu medita seraya berujar” ma… Medi juga minta maaf ama mama kalau ini ternyata adalah kesalahan medi sebenarnya medi nggak bermaksud untuk menyakiti hati mama”.
Akhirnya sejak saat itu, Medita kembali hidup bahagia bersama kedua orang tuanya. Kedatangan medita sang anak yang telah memperoleh perlakuan kasar dari ibunya, kini telah membuat kondisi ibunya kembali dalam keadaan sehat seperti sedia kala. Sejak itu sang ibu baru menyadari kalau usaha dan takdir adalah penentu bagi masa depan anaknya, dan sang anak harus diberi kebebasan selama sudah mampu berfikir.
“Nak… mama janji, mulai sekarang nggak bakalan berlaku kasar ama kamu lagi nak!” ujar sang ibu sambil memeluk tubuh anaknya erat-erat, “kalau kamu masih marah ama mama atas perlakuan mama ama kamu mama bersedia untuk menerima apa saja yang kamu mau sebagai hukuman buat mama” tambah sang ibu kepada Medita.
Mendengar ucapan mamanya, medita seraya berujar “ mama nggak usa ngomong kaya gitu justru Medi yang merasa bersalah karena udah nyakitin hati mama ama papa!” ujar Medita. Mendengar percakapan antara medita dan Ibunya, sang ayah langsung tiba-tiba menyela “ nggak usah saling menyalahkan yang jelas cita-cita Medita udah tercapai dan mama juga sudah ketemu ama anak mama yang udah pernah mama usir dari rumah”.
Setelah seminggu, pasca pertemuan antara Medita dan kedua orang tuanya, ibu Medita kembali jatuh sakit, dan ternyata membutuhkan darah yang cocok dengan golongan darahnya. Setelah seminggu sang suami mencari darah buat istrinya, ia ternyata tidak berhasil menemukan darah yang cocok buat istrinya, dan sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya di sisi Medita, sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya, sang ibu sempat berkata” mungkin ini adalah Murka tuhan yang turun pada mama karena mama udah menyakiti hati kamu” tetapi medita menanggapi seraya berujar” sudahlah mah mending mama ikut aku ngucapin dua kalimat syahadat!” pinta Medita, setelah sang ibu memenuhi permintaan anaknya akhirnya iapun meninggal dunia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar