Tampilkan postingan dengan label Inklusi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inklusi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 September 2008

Pelayanan Integral bagi Tunanetra di SMU regular Oleh: Sujono sa’id

Setiap warga Negara tidak terkecuali penyandang cacat secara umum dan terkhusus bagi kaum tunanetra memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak sesuai dengan salah satu pasal dalam undang-undang dasar 1945. Hal itulah yang mengilhami terciptanya sebuah rumusan tentang pendidikan untuk semua atau dalam bahasa Ingris dikenal dengan istilah Education for all.
Pelayanan integral adalah pelayanan yang sifatnya merupakan sebuah pemenuhan kebutuhan bagi kaum tunanetra untuk dapat memperoleh pendidikan yang sama dan merata dengan masyarakat umum dengan melakukan berbagai metode penyajian yang sedikit agak berbeda dengan masyarakat umum namun dalam menerima penyajian mereka tidak perlu untuk dipisahkan dari teman-temannya yang memiliki fisik yang sempurna, tetapi seorang guru kelas harus memberikan sedikit metode khusus.
Tapi materi yang diterima oleh kaum tunanetra yang bersekolah di SMU regular juga merupakan materi yang diajarkan terhadap siswa lainnya namun yang berbeda adalah metode penyajian yang dilakukan, tetapi perbedaan penyajian tidak mesti berbeda seratus persen. Metode yang sedikit berbeda adalah metode pelaksanaan ujian baik ujin mid smester maupun ujian smester jika dalam ujian mid smester metode yang digunakan adalah metode test secara lisan dari guru atau metode lain yang diberikan secara khusus agar pelajar dari kaum tunanetra juga tidak ketinggalan dari teman-temannya.
Selain metode pelayanan khusus dalam hal pelaksanaan ujian baik mid smester maupun ulangan smester yang harus sedikit berbeda adalah metode penilaian ketika seorang siswa/siswi dari kalangan tunanetra mengikuti materi pelajaran tertentu misalkan Pendidikan seni, maka siswa yang memiliki penglihatan lengkap(awas) mengikuti pelajaran seni rupa, dan tentu untuk mempelajari materi seni rupa yang mengambil peran penting adalah indera fisual.
Ketika seorang siswa/siswi dari kalangan tunanetra tidak mampu mengikuti pelajaran seni rupa yang notabene lebih banyak berperan adalah indera fisual, maka mereka tidak akan memperoleh nilai dari pendidikan seni rupa oleh karena itu sehingga untuk kasus seperti yang penulis uraikan di atas, tentu seorang guru harus mampu untuk mengambil sikap untuk menuntaskan kasus ini dengan jalan yaitu memberikan tugas khusus seperti membuat keterampilan sesuai dengan apa yang ia ketahui dan pernah di pelajarinya selama berada di sekolah luar biasa sebelum melanjutkan studi di SMU.
Begitupun dengan matapelajaran seperti Matematika yang notabene adalah perhitungan, Fisika yang memiliki materi teori yang sangat sedikit, namun sama seperti Matematika yang memiliki begitu banyak menuntut siswa/siswi untuk nenyelesaikan soal-soal dalam bentuk perhitungan, bagi kaum Tunanetra yang akan mengikuti pelajaran Eksak tentu tidak memungkinkan bagi mereka untuk menyelesaikan soal-soal yang harus diselesaikan dengan menggunakan rumus tapi kaum tunanetra hanya mampu menerima materi dengan materi Teori dari kedua matapelajaran eksak yang telah diuraikan diatas.
Sehubungan dengan itu, maka ada hal penting yang ingin penulis ungkapkan dan penulis sendiri ingin agar ini menjadi sebuah terobosan baru bagi pelajar kaum tunanetra yang menempuh pendidikan di sekolah regular, yaitu mengenai pengambilan jurusan.
Selama ini, kaum tunanetra belum pernah penulis temukan ada yang mengambil jurusan IPA, dikarenakan banyaknya hambatan yang harus mereka lalui, memang saya(penulis) belum pernah temukan jika seorang tunanetra mengambil jurusan IPA akan dipersulit bahkan mereka akan ditolak, tetapi kaum tunanetra sendiri tahu apa-apa yang menjadi hambatan mereka dalam belajar ketika mereka mengambil jurusan IPA.
Karena mereka merasa memperoleh difficult problem ketika mereka mengambil jurusan IPA, maka mereka mengambil jurusan IPS dan ada pula yang mengambil jurusan Bahasa, mereka mengambil jurusan IPS dikarenakan menurut mereka dan penulis sendiri materi yang disajikan oleh guru-guru yang mengajar pada jurusan IPS adalah materi yang sangat memudahkan bagi kaum tunanetra yang hanya mengandalkan analisa.
Sedangkan hambatan yang mereka alami ketika mereka mengambil jurusan IPA adalah banyaknya materi yang menuntut peran aktif fisual dalam menerima materi misalnya ketika seorang tunanetra belajar tentang mata pelajaran Biologi khususnya ketika mereka menerima materi praktikum di ruangan Laboratorium Biologi.
Praktek yang dilakukan ketika siswa/siswi yang mengambil jurusan IPA menerima mata pelajaran Biologi adalah membelah katak, membelah Burung, dan membelah binatang yang sejenis dengan binatang-binatang yang telah penulis sebutkan diatas, setelah hewan-hewan yang telah penulis sebutkan melalui proses pembelahan dalam Laboratorium Biologi, maka hewan tersebut melalui tahap obserfasi yaitu melalui tahap pengamatan dengan indera fisual, yang diamati adalah anatomi tubuh bagian dalam pada hewan-hewan tersebut seperti lekukan-lekukan usus.
Ketika siswa/siswi yang mengambil jurusan IPA mempelajari Fisika, tentu materi yang disajikan adalah perubahan suhu dan perubahan wujud, serta materi-materi lain, sedangkan materi praktikum yang disajikan adalah bagaimana membuat rangkaian listrik, penggunaan microskop sebagai alat optic yang mendukung alat optic alami, dan pengukuran suhu serta praktek tentang bagaimana cara melakukan pembuatan bel listrik.
Selain matapelajaran Fisika dan Biologi, Pelajaran yang juga disajikan kepada siswa/siswi yang mengambil jurusan IPA adalah Kimia, tentu untuk mempelajari materi Kimia mereka harus menerima materi praktikum seperti mengukur obat suntik yang akan dipindahkan ke spoit atau alatsuntik yang akan digunakan, untuk melakukan hal ini, yang paling berperan adalah indera fisual pula yang dengan indera fisual kita akan mengetahui berapa CC cairan yang dibutuhkan untuk mengisi spoit atau alat suntik yang digunakan.
Dari ketiga pelajaran telah saya jelaskan, sangat menghambat kaum tunanetra untuk mengambil jurusan IPA, sebab hal-hal yang telah saya sebutkan diatas adalah hal-hal yang akan menimbulkan difficult problem bagi mereka, hal-hal seperti ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang dianggap kasuistik menurut penulis, sebab kita tahu tunanetra khususnya dari kalangan wanita yang aktif membantu ibu asrama mengerjakan ikan, tentu juga dapat melakukan pembelahan hewan-hewan yang telah saya(penulis) terangkan. Tetapi ketika penulis ditanya “mengapa kamu tidak mengambil jurusan IPA?” maka saya akan menjawab “saya bukanlah tipe-tipe pekerja, melainkan saya adalah tipe-tipe pemimpin, dan saya juga mengambil jurusan IPS dikarenakan saya juga masih mengikuti paradikma yang telah lama” tetapi setelah saya berada di kelas dua dan saya juga adalah orang yang sangat meng idolakan siswa/siswi yang mengambil jurusan IPA, akhirnya ter inspirasi untuk mencoba memikirkan hal ini siapa tahu ini adalah hal yang menjadi sebuah pembaharuan dalam dunia pendidikan tunanetra yang mengikuti pelayanan integral di sekolah menengah umum yang merupakan sekolah regular.
Sebenarnya, ketika seorang Tunanetra mengambil jurusan IPA, dalam menerima materi praktikum di laboratorium Biologi, mereka boleh melakukan praktek pembelahan hewan, sedangkan untuk obserfasi dengan menggunakan indera fisual, tentu mereka sudah tidak mampu, sehingga guru bidanstudi bersangkutan harus mendeskripsikan kondisi hewan yang telah dibelah oleh siswa/siswi yang bersangkutan.
Seandainya jurusan IPA masih diklasifikasikan menjadi dua bagian satu kelas untuk Biologi dan satu kelas untuk kimia dan fisika, maka kaum tunanetra masih memungkinkan untuk mengambil jurusan Biologi, namun karena IPA sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, maka akan sedikit menyulitkan bagi kaum tunanetra yang berintegrasi dan ingin mengambil jurusan tersebut, namun saya masih ingin agar kita mencoba untuk mencari solusi agar hal ini tidak menjadi hal yang kasuistik dalam dunia pendidikan bagi kaum tunanetra, sebab dalam kurikulum biologi mungkin tunanetra masih mudah untuk menerima materi biologi yang bersifat teori.
Sebenarnya untuk pelajaran Fisika, seorang tunanetra juga bisa mengikuti materi praktikum seperti membuat rangkaian listrik baik seri maupun pararel, dan Bel listrik. Bagi kaum Tunanetra yang mengambil jurusan IPA terkhusus kepada tunanetra pria sebenarnya dapat diarahkan untuk melakukan hal ini dibawah bimbingan seorang guru Fisika yang mengajar di sekolah yang mendidik pelajar satu atau dua orang tunanetra.
Untuk mata pelajaran Kimia, materi praktikum yang disajikan bagi seorang tunanetra adalah hanya sebatas pengenalan terhadap alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan sebuah kegiatan praktek, tetapi mereka tidak perlu diberi pengetahuan tentang perubahan dan reaksi setetes cairan yang dicampurkan dengan cairan lain.
Hambatan lain yang sering penulis temukan adalah begitu banyak tugas yang harus diselesaikan dalam waktu satu minggu, ini adalah sebuah perbedaan pola pengajaran yang disajikan di kelas IPA sedangkan siswa/siswi yang mengambil jurusan IPS sedikit lebih santai sebab mereka tidak terlalu sering memperoleh tugas dari guru.
Saya(penulis) sangat yakin bahwa ketika program higer education berjalan secara optimal pasti ada tunanetra yang akan mengambil jurusan IPA, ini adalah sebuah kemungkinan, tetapi terjawab atau tidaknya kemungkinan ini hanya waktulah yang menentukan, saya yakin! Apa yang sempat saya fikirkan melalui tulisan ini jika tidak direspon dengan sebuah studi kasus maka hal ini tidak akan terjawab.
Kita tahu! Bahwa siswa/siswi yang mengambil jurusan IPA dipersiapkan untuk melanjutkan kuliah di jurusan Kedokteran, Astronot, dan dipersiapkan untuk menjadi saintis. Untuk menjadi seorang saintis merekapun terbagi-bagilagi atas programmer, perancang software , dan perancang peralatan teknologi lainnya.
Seorang tunanetra memang tidak bisa dipersiapkan untuk menjadi dokter, tetapi bagaimanapun, mereka yang ingin menjadi masseur(tukangpijat) harus mempunyai pengetahuan tentang ilmu biologi khususnya tentang bagian-bagian tubuh manusia sebab untuk menangani pasien dan ketika diperhadapkan dengan buku-buku tentang pemijatanpun mereka akan banyak menemukan istilah-istilah dalam ilmu Biologi.
Ketika teman-temanku, senasib, dan seperjuanganku membaca tulisan ini, janganlah cepat mengambil kesempulan bisa atau tidaknya anda mewujudkan keinginan saya selaku seorang pelajar yang ingin melinhat generasi ke depan dari kalangan tunanetra ada yang mengambil jurusan IPA, tetapi mari fikirkan dan lakukan sesuatu untuk menjawab persoalan yang saya uraikan melalui tulisan yang sederhana ini.

KESAMAAN DIBALIK SEBUAH PERBEDAAN OLEH: SUJONO SA’ID

Setiap manusia diciptakan dengan beraneka ragam bentuk fisik, jenis kelamin, pola pikir, dan salah satunya adalah kelengkapan dari segi fisik khususnya adalah kesempurnaan penglihatan, namun meskipun kita diperhadapkan dengan kondisi yang berbeda-beda, tetapi tentu ada sebuah keunikan tersendiri bagi kita.
Seperti itulah yang saya(penulis) alami. Saya adalah putra kelahiran Bulukkumba 11 Vebruari 1989 buah hati dari pasangan ST Khadija dan Sa’id bakri ini berhasil menammatkan pendidikan Sekolah tingkat pertama pada tahun 2006 dengan nilai-nilai yang cukup memuaskan, yang kemudian melanjutkan pendidikan di sebuah SMU yang belum pernah menerima seorang pun dari kalangan tunanetra sebut saja SMU negeri 4 Makassar.
Selama saya sebagai seorang tunanetra pertama yang menjalani studi di SMU negeri 4 Makassar telah banyak pengalaman yang menarik saya dapatkan. Meskipun saya berada dalam keterbatasan dari segi penglihatan, saya ternyata tetap enjoi bergaul dengan mereka yang dikaruniai fisik yang normal, wajah yang cantik dan gaga serta cerdas dan berakhlak.
Meskipun pada awalnya, saya sangat merasa malu bergaul dengan mereka, tetapi saya selalu teringat akan sebuah statemen yang sudah lama tertanam dalam diri saya yaitu tidak ada perbedaan antara saya dan mereka. Merekapun sebagai teman yang diberikan rahmat dari Allah yaitu penglihatan yang sempurna juga mau menerima saya sebagai bahagian dari mereka.
Tak hanya teman-teman saya di sekolah tersebut, sebahagian besar guru-guru disekolah tersebut pun cepat menerima dan mengerti bagaimana pelayanan terhadap kaum tunanetra yang bergabung untuk mengikuti pendidikan integrasi di sekolah mereka, tentu ini adalah sebuah kesyukuran bagi kita sebab pola pikir mereka tentang penyandang cacat khususnya bagi kaum Tunanetra kini telah mengalami kemajuan.
Hal yang menarik bagi saya ketika saya berada di sekolah tersebut adalah ketika saya mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas saat duduk di kelas satu. Suatu sore, secara kebetulan saya dan teman-teman sekelas saya mengikuti pelajaran Komputer, saat itu karena guru bidang studi yang bersangkutan hanya menuliskan materi di papan tulis, sehingga saya harus meminta untuk dibacakan apa-apa yang tertulis diatas papan tulis untuk di alihkan ke sebuah catatan dalam bentuk huruf Braille.
Menyikapi hal tersebut, saya melakukan sebuah upaya untuk meminta teman-teman membacakan secara bergiliran materi yang ada di atas papan tulis ternyata usaha saya berhasil tetapi saya ternyata sempat kurang puas sebab dari sekian banyak teman-teman saya yang membantu saya hanya membacakan beberapa kata dan mereka langsung meninggalkan saya tanpa pamit. Tetapi berkat kesabaran saya dalam menghadapi hal ini, sehingga pertolongan Allah turun melalui teman saya sebut saja Aulia Susanti ia mendatangi saya dengan menawarkan dirinya untuk membantu saya dalam menyalin materi dari papan tulis sampai habis dalam catatan berbentuk huruf brail. Sejak saat itu, pertemanan antara saya dan Aulia sangat akrab. Dalam mengikuti pelajaran Biologi, cara penyajian materi yang dilakukan oleh Ibu Arifa Sulaiman lebih banyak menuliskan materi pelajaran diatas papan tulis ketimbang menjelaskan kepada seluruh siswa, tetapi beliau selaku guru Biologi sangat akses bagi kaum tunanetra, sebab ketika beliau menulis beliau juga meminta agar salah seorang teman saya membacakan tulisan yang ada di papan tulis untuk saya alihkan kedalam sebuah catatan berbentuk huruf Braille sambil ia juga menulis apa yang ada di atas papan tulis.
Saya pernah mengalami sebuah kejadian yang boleh dikata sangat lucu, saat itu saya sedang mengikuti pelajaran Biologi, saat beliau selesai menuliskan materi Biologi diatas papan tulis, ia menyuruh seorang siswa untuk mendampingi saya dalam hal membacakan materi yang tertulis di papan tulis, tetapi ironisnya siswa tersebut belum sempat mendekat sudah berteriak dari kejauhan meminta saya menuliskan apa yang ia lihat di papan tulis, melihat kelakuan siswa tersebut, Ibu Arifa selaku guru Biologi langsung mendatangi siswa tersebut dan menyeretnya ke samping kanan saya seraya berujar “kamu duduk dan bacakan dia” ujar Ibu arifa menyuruh siswa tersebut untuk membaca dengan posisi duduk disamping kanan saya.
Lain halnya dengan Ibu Ma’rifa beliau adalah seorang guru Bahasa Indonesia, selain menggunakan metode ceramah beliau juga banyak-banyak menggunakan metode praktikum, untunglah materi praktikum dalam bahasa Indonesia tidak menyulitkan kaum tunanetra sehingga saya juga tidak menemui kendala dalam mengikuti pelajaran beliau. Materi praktikum yang beliau sajikan adalah menugaskan siswa dan siswinya untuk melakukan diskusi secara berkelompok, memberikan tugas Praktek Pidato, dan masih banyak tugas-tugas yang lain yang beliau sering berikan yang ternyata tunanetrapun mampu untuk melakukan hal tersebut tanpa harus memperoleh bantuan khusus dari beliau.
Ibu Evi Yuliati, adalah wali kelas satu sembilan yang merupakan kelas tempat saya belajar ia adalah seorang Guru Fisika, sebagai seorang wali kelas ia juga sangat faham tentang bagaimana memberikan pelajaran kepada siswa yang menyandang tunanetra. Dalam memberikan pelajaran, beliau juga sering menggunakan beberapa metode mengajar antara lain yaitu Ceramah dan penugasan serta metode Praktikum yang dilakukan di laboratorium Fisika.
Selain pengalaman belajar di kelas, saya juga memperoleh banyak pengalaman menarik di luar jam pelajaran khususnya dalam kegiatan Extra kurikular (exkul). Sudah sebulan saya duduk di bangku kelas satu SMU, saat itu adalah saat yang bertepatan dengan sebuah momen bersejarah yaitu tanggal tujuh belas Agustus, saat itu untuk menyambut peringatan Hari proklamasi diadakan sebuah kegiatan yaitu Pekan Olah raga dan Seni(PORSENI).
Dalam kegiatan porseni ini, terdapat beberapa kegiatan yaitu Lomba Tarik tambang untuk cabang olah raga, Folli, untuk cabang olah raga, dan vootsal untuk cabang olah raga. Sedangkan untuk cabang seni terdiri atas beberapa cabang lomba yaitu soun contest, atau dikenal dengan istilah nyanyi solo, Pidato bahasa Ingris, dan Lomba ceramah agama atau dikenal dengan istilah Da’i.
Diantara beberapa lomba yang termasuk dalam cabang seni, saya memilih mengikuti Lomba Da’I atau cerama agama. Setelah saya menunggu sambil mengamati peserta lomba da’I yang tampil, dan menyaksikan performans dari peserta lomba Pidato Bahasa ingris, serta menyaksikan penampilan dari peserta soun contest, akhirnya tibalah giliran saya untuk mempersembahkan yang terbaik kepada seluruh khalayak ramai dengan pengetahuan keagamaan yang saya ketahui. Ketika saya selesai menampilkan sebuah cerama agama, saat itu saya baru saja turun dari panggung, saya langsung memperoleh respon yang begitu menggembirakan dari teman-teman serta kakak-kakak kelas. salah seorang dari sekian banyak kakak kelas langsung bertanya dengan sebuah pertanyaan “dik kamu dari kelas satu berapa?” dengan santainya saya hanya menjawab saya dari kelas satu sembilan. Setelah mereka memperoleh jawaban dari saya, mereka langsung menyampaikan kesalutannya terhadap penampilan saya mendengar pujian dari kakak-kakak kelas, saya hanya tertunduk malu dan saya juga sangat mengucapkan terima kasih.
Setelah tiga bulan saya bersekolah di SMU negeri 4 Makassar, saya akhirnya bergabung dalam sebuah kegiatan extra kurikular Ketakwaan, dalam kegiatan ini, siswa lebih banyak memperoleh pengetahuan agama melalui kegiatan pengajian yang dilakukan di dua tempat yaitu Mushallah Khusnul hatima SMU negeri 4 Makassar dan Kelas 2IPA satu. Kegiatan ini dibina oleh dua orang Pembina yaitu Bapak ustaz Syamsuri Sa’id dan Bapak ustaz Abdul Somad yang lebih akrab disapa Pak somad. Awal mula saya bergabung dalam kegiatan tersebut merupakan sebuah kenangan tersendiri yang penuh kesan.
Jumat 23 September 2006, saat itu adalah hari pertama saya menggabungkan diri dalam kegiatan extra kurikular di bidang ketakwaan. Tepat pada pukul 15.30, saya telah berada di dalam Mushallah Khusnul hatima untuk menanti waktu Shalat Ashar, setelah semua siswa melaksanakan Shalat ashar, semua panitia pelaksana kegiatan extra kurikular sedang melakukan persiapan-persiapan salah satu diantaranya adalah melakukan konfirmasi kehadiran pemateri yang akan mengisi kegiatan tersebut sore itu.
Tepat pukul 16.00, terdengar suara Ustaz Somad mengucapkan salam seraya langsung menyalami saya dan seraya berucap “nak! Sekali-kali kamu gantiin bapak mengisi ceramah agama ya!”. Akhirnya kegiatan pada hari itu dimulai kegiatan dimulai dengan pembacaan qalam ilahi, yang dilanjut dengan ceramah agama yang disampaikan oleh Bapak ustaz Abdul Somad yang kemudian dilanjutkan dengan session Tanya jawab antara pak somad dan seluruh jamaah yang merupakan peserta kegiatan extrakurikular ketakwaan.
Akhirnya, sejak saya mengikuti kegiatan extra kurikular dan aktif berorganisasi dalam sebuah organisasi keagamaan tingkat sekolah, saya selalu memperoleh pelajaran yang amat berharga dari pak somat. Sejak sat itu, kelas dua IPA satu menjadi tempat saya memperoleh ilmu agama, dan memperoleh hal-hal yang mampu dijadikan sebagai panduan dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah setahun bersekolah di SMU negeri 4 Makassar, saya ternyata harus pindah dari SMU negeri 4 menuju SMU Datuk ribandang. Namun, meskipun telah berada di SMU Datuk ribandang, saya tetap mengenang masa-masa sekolah saya di kelas satu selama berada di SMU negeri 4 Makassar. Dua IPA satu adalah kelas yang menjadi tempat yang sangat bersejarah sebab saya telah memperoleh banyak pelajaran berharga dari ustaz somat di kelas tersebut.
Sejak saya mengikuti exkul di SMU negeri 4 Makassar, saya sudah tertarik dan kagum kepada siswi-siswi yang duduk dikelas dua IPA, mengapa? Sebab menurut saya, bahwa siswi-siswi yang duduk di kelas dua IPA adalah orang-orang yang berakhlak dan cerdas serta memiliki cakrawala berfikir yang begitu luas, sehingga saat itu saya sempat berkata dalam hati “ kelak ketika saya sudah kelas dua, meskipun saya mengambil jurusan IPS, tetapi saya harus punya teman , idola atau pacar yaitu seorang gadis cantik dari kelas dua IPA”.
Setelah saya berada di SMU Datuk ribandang, saya ternyata mampu bergaul dengan teman-teman yang memiliki kesempurnaan dari segi fisual semua itu disebabkan oleh beberapa factor salah satunya dikarenakan SMU Datuk ribandang adalah sebuah sekolah yang telah lama mendidik Tunanetra dan tunanetra yang menjadi alumni dari sekolah tersebut telah banyak yang berhasil dan menjadi masyarakat yang mandiri dan terpandang.